SURABAYA, HKS-News.com-
Sebagai salah satu provinsi penyumbang ekonomi terbesar di Pulau Jawa, Jawa Timur (Jatim) menjadi kontributor besar terhadap capaian investasi secara nasional.
Di tahun ini, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menetapkan target investasi di Jatim sebesar Rp 148 triliun.
Target ini mengalami peningkatan signifikan dibanding tahun sebelumnya, yakni Rp 126 triliun.
“Meski demikian realisasi tahun lalu Jawa Timur mencapai Rp 145,1 triliun. Sementara target investasi pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Jawa Timur tahun lalu Rp 112 triliun, maka tahun ini Rp 118 triliun harapannya kita tentu saja harus melampaui target Jawa Timur. Namun kita juga berharap bisa lebih target Rp 148 triliun,” ujar Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Jawa Timur Dyah Wahyu Ermawati.
Erma menambahkan, pihaknya melakukan berbagai cara untuk mencapai target yang ditetapkan tahun 2024. Antara lain promosi pada sektor domestik dan internasional.
“Kemudian penyebaran investasi tidak hanya pada kawasan ring 1 tapi juga ring lainnya. Tentu saja ini juga kita ingin meningkatkan kawasan industri yang ada di wilayah-wilayah selain ring 1,” katanya.
Lebih lanjut Erma menuturkan, memang ada beberapa kawasan industri yang segera akan dibuka dan mengembangkan diri antara lain di wilayah Ngawi, Tuban, Madiun, Nganjuk Banyuwangi, Blitar dan Trenggalek.
Erma menambahkan, ada delapan kawasan industri yang sudah existing, dua diantaranya kawasan ekonomi khusus (KEK).
“Ini tidak cukup, karena provinsi lain lebih berkembang dengan cepat. Pada 10 tahun yang lalu kita sudah mencapai jumlah sekian maka tahun ini harus bertambah ya untuk meningkatkan jumlah investor yang ada di wilayah-wilayah di Jawa Timur,” terangnya.
Menurut Erma, tahun 2023 kemarin, yang paling tertinggi adalah investasi di bidang pertambangan.
Harapannya hilirisasi tidak hanya di bidang pertambangan tapi juga di bidang pertanian. Sebenarnya tahun ini dengan capaian Rp 145,1 triliun, Rp 52 triliun diantaranya adalah berasal dari industri hilirisasi.
Jadi Rp 145 triliun dikurangi Rp 52 triliun itu adalah sisanya selain hilirisasi. Tentu saja dari Rp 52 triliun, sekitar 13 persen yang berasal dari industri hilirisasi selain pertambangan.
“Artinya sebenarnya kalau kita meningkatkan industri hilirisasi selain pertambangan, maka kita akan meningkatkan nilai realiasi investasi di bidang hilirisasi,” paparnya.
Erma mengatakan, target 2035, industri manufaktur di Jatim sekitar 30 persen. Namun sampai dengan tahun ini sudah mencapai 35 persen.
“Artinya sebenarnya kita telah melampaui target yang dicanangkan 2035. Untuk itu maka apabila industri hilirisasi di bidang pertanian akan meningkat, maka realisasi investasi akan menunjukkan gregetnya,” tukasnya.
Lebih lanjut Erma menjelaskan, kelebihan Jatim adalah memiliki industri manufaktur yang cukup besar, selain itu juga sebagai center of gravity di wilayah Indonesia bagian timur. Yakni sebagai wilayah yang memiliki kekuatan untuk menjadi wilayah pendistribusian kepada 19 provinsi yang lain.
“Ditambah Provinsi Kalimantan Timur yang menjadi wilayah pembangunan ibu kota nusantara,” tandasnya.
Jawa Timur sendiri memiliki klasifikasi investasi menengah tinggi.
“Mereka yang rata-rata berinvestasi di Jatim itu menyewa atau memiliki lahan sekitar 20 hektare ke atas. Dibandingkan provinsi yang lain mungkin hanya 5 hektare,” terangnya.
“Jadi memang ini kita memiliki intensitas industri padat modal. Namun tidak boleh dipungkiri bahwa Jatim juga memiliki industri yang padat karya,” pungkasnya.(Yul)