LENGKONG, HKS-News.com-
Permasalahan lahan masyarakat adat di Kalimantan Timur yang “dirampas” untuk membangun Ibu Kota Nusantara (IKN) masih belum menemukan titik terang.
Setelah beberapa waktu lalu masyarakat lokal dikabarkan mendapat surat ultimatum dari Badan Otorita IKN untuk segera meninggalkan lahannya, hal ini ternyata masih membuat mereka berjuang mempertahankan tanah tempat tinggalnya.
Baru-baru ini bahkan Kepala Adat Suku Dayak Paser besar memberikan kesaksiannya soal perjuangan masyarakat lokal mempertahankan tanahnya agar tidak dibangun IKN.
Sejumlah penolakan dilayangkan oleh Kepala Adat Suku Dayak Paser Besar ini dengan pembuktian bahwa pemerintah hingga saat ini masih belum membuka dialog diskusi untuk lahan yang akan digunakan IKN.
Tak hanya itu, alasan menolak perampasan lahan lainnya adalah karena pemerintah belum memberikan tawaran ganti rugi untuk tanah yang akan digunakan untuk membangun IKN tersebut.
Akan tetapi, meski belum ada dialog dan belum mengantongi izin dari masyarakat adat, ternyata pemerintah melalui Bank Tanah sudah menancapkan patok-patok di sejumlah titik wilayah mereka.
Pada patok tersebut bahkan tertulis larangan melakukan kegiatan pemanfaatan tanah tanpa izin dari Bank Tanah.
Akibatnya, Kepala Adat Suku Dayak Paser Besar, Yusni memberikan ancaman halus kepada pemerintah yang dinilai bersikap semena-mena terhadap lahan masyarakat lokal itu.
Yusni mengatakan bahwa pemerintah yang membangun IKN di kawasan tersebut tidak akan tenang, kecuali jika sudah memberikan ganti rugi untuk lahan dan seluruh yang mereka miliki di tanah tempat tinggalnya tersebut.
“Nah sekarang kalau tanah ini tidak diganti rugi oleh negara, sampai kiamat pun negara tidak akan tenang di sini kalau tidak diganti rugi,” tegas Yusni dikutip ayobandung.com dari YouTube Tempodotco pada Selasa, 2 April 2024.
Sementara itu, salah satu perwakilan masyarakat dari Suku Dayak Paser Balik, Noriah juga memberikan tanggapannya soal pemerintah yang ingin merampas lahan mereka untuk pembangunan IKN.
Noriah dengan tegas menolak memberikan lahannya untuk pemerintah, sebab dari zaman nenek moyang pun mereka sudah tinggal di sana.
Bahkan, Noriah juga menolak ungkapan bahwa tanah Kalimantan Timur adalah tanah milik negara sehingga bisa digunakan begitu saja untuk pembangunan IKN.
Menurut Noriah, tanah milik negara adalah tanah-tanah yang tidak pernah tersentuh oleh masyarakat adat.
Ia pun mencontohkan sejumlah kawasan tanah milik negara seperti tanah Bupati, rumah Kapolres, hingga rumah dinas yang selama ini ditempati oleh Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Kenapa Anda bilang tanah negara? Yang dikatakan tanah negara itu tanah yang belum diinjak masyarakat adat, termasuk kayak tanah Bupati, rumah Bupati, rumah Kapolres, rumah-rumah dinas ASN, itulah tanah negara,” ungkap Noriah dalam postingan yang diunggah oleh akun YouTube yang sama.
Tak segan-segan, Noriah pun membeberkan sejumlah bukti berupa kuburan-kuburan, silsilah, hingga sejarah lainnya yang menunjukkan bahwa sejak zaman nenek moyang mereka sudah tinggal di sana.
Hingga saat ini, masyarakat adat masih menunggu pemerintah untuk membuka dialog diskusi soal lahan tersebut. Terlebih terkait ganti rugi lahan jika memang tanahnya akan digunakan untuk IKN.
Perjuangan yang dilakukan masyarakat adat ini memang masih sebatas penolakan dan buka suara soal alasan-alasan penolakan tersebut. Sebab, mereka merupakan golongan yang dapat disebut “lemah” secara hukum.
Hal tersebut dibuktikan dengan adanya patok-patok yang ditancapkan di lahan mereka tanpa adanya izin dari masyarakat adat di Kalimantan Timur.
Sebelumnya ultimatum-ultimatum yang diberikan oleh Badan Otorita IKN untuk menyuruh masyarakat adat angkat kaki dari lahannya tersebut sebab tanah yang mereka tempati dinilai tidak sesuai atau melanggar tata ruang IKN.
Oleh karena itu, hal ini pun masih menjadi perbincangan hangat yang menimbulkan pro kontra publik, soal IKN yang akan menjadi ibu kota baru negara ini.
Itulah ancaman yang diberikan Kepala Adat Suku Dayak Paser Besar kepada pemerintah jika nekat membangun IKN tanpa memberikan ganti rugi kepada mereka yang dirampas lahannya.(Yul)