SURABAYA, HKS-News.com
Kepedulian yang mendalam terhadap kehadiran Mahasiswa Disabilitas untuk mengembangkan dan memperdalam kitab suci Al-Qur’an, ditunjukkan oleh Universitas Negeri Surabaya (Unesa).

Memasuki tahun kedua, mahasiswa Disabilitas tuna rungu mendalami pengajian Al Qur’an yang dibimbing langsung oleh
Dr Wagino direktur pusat unggulan disabilitas Unesa, dengan menggunakan media bahasa isyarat.

Animo mahasiswa Disabilitas tersebut cukup banyak, secara rutin pengajian dilaksanakan setiap hari sejak awal bulan Ramadhan hingga libur cuti bersama menjelang perayaan hari raya Idul Fitri.

“Kegiatan seperti ini misi kita sebenarnya agar kita bisa mengakomodasi seluruh hak-hak mereka. Mereka juga sebagai mahasiswa punya hak yang sama dengan yang lain. Artinya mereka juga melakukan kegiatan sesuai dengan yang mereka inginkan,
dimana mereka melakukan pengajian dengan isyarat,” terang Wagino.

Menurut Wagino kebetulan hari ini yang hadir ini adalah dari komunitas tuli. Wagino menyebutkan bahwa Unesa memberikan wadah sebagai bentuk apresiasi terhadap komunitas disabilitas yang ada di Indonesia.

“Disabilitas ini kan ada bermacam-macam, semuanya kita berikan wadah untuk mengekspresikan jiwanya. Mereka menyatu menjadi sebuah komunitas untuk belajar mengaji. Yang dialami oleh pengajar maupun yang jadi pengajarnya memang sangat langka ya. Jadi kita kemarin dapatnya memang mereka dari komunitas gerakan tunarungu Indonesia. Kebetulan ada disini jadi gurunya datang di sini,” sambungnya.

Wagino mengakui bahwa mendampingi komunitas disabilitas memiliki kesulitan tersendiri. Namun pihaknya dengan sabar dan ikhlas terus berupaya untuk selalu bersama-sama melakukan kegiatan yang bermanfaat bagi komunitas disabilitas ini.

“Bukan kesulitan ya jadi lebih pada bagaimana mereka bisa mengaji, membaca, memahami dari apa yang tulisan bahasa Arab itu bisa dimengerti. Dalam deskripsi dalam bentuk bahasa isyarat. Kalau misal bacaannya panjang, tangan kita bergerak ke bawah lebih lebar. Seperti lambangnya begini kita menterjemahkan adanya perbedaan antara huruf Arab yang satu dengan yang lainnya,” paparnya.

“Nah itu biasanya sesuai tajwid panjang pendek, kalau Aamin agak panjang ya tangan kita bergerak seperti itu, sesuai ilmu yang mereka pahami selama ini.
Sampai hari ini baru sampai pada pemahaman bacaan surat-surat pendek. Dan ini tahun kedua komunitas ini berkumpul untuk bersama-sama belajar mengaji menggunakan bahasa isyarat. Pesertanya lebih dari 40 mahasiswa, tetapi yang datang hari ini ada 20 mahasiswa. Mungkin yang lain sudah pada pulang kampung ya,” tukasnya.

Wagino mengungkapkan, untuk kedepannya pihaknya berharap kegiatan tersebut akan menjadi bagian dari landasan iman mahasiswa disabilitas.

“Kegiatan ini khusus untuk mahasiswa Disabilitas, tapi memang cara mereka berbeda jadi memang harus dilakukan oleh komunitas itu sendiri, kemudian disertai oleh para volunteer. Pada umumnya yang relawan kita sebut sebagai relawan pengganti, yang itu juga mengikuti ngaji dan nanti bisa meneruskan setelah gurunya memberikan pembelajaran, voluntary akan meneruskan untuk mendalami,” imbuhnya.

Wagino menuturkan, belajar mengaji dengan bahasa isyarat ini, merupakan inovasi, terobosan yang dilakukan oleh Unesa untuk meningkatkan ketaqwaan mahasiswa disabilitas. Tentu saja pihaknya berharap, agenda mengaji tersebut nantinya bisa diadopsi oleh berbagai lembaga pendidikan ataupun instansi yang ingin mengembangkan syiar Islam.

“Ke depannya dilakukan seperti ada semacam festival, lomba-lomba gitu. InsyaAllah sampai ke arah itu untuk memotivasi dan mendorong mereka untuk belajar mengaji dengan lebih bersemangat. Memang dengan kegiatan belajar mengaji ini, saya juga berharap nantinya ada peningkatan di jenjang ke arah sana,” pungkasnya. (Wahyu)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *