SURABAYA, HKS-News.com|
Isu pemilu menjadi perbincangan hangat di dunia politik Indonesia. Terlebih baru-baru ini tokoh politik senior dan menteri pertahanan RI, Prabowo Subianto, tengah mengusung Gibran Rakabuming Raka, Wali Kota Solo, sebagai kandidat Cawapres untuk pemilihan presiden mendatang.
Keputusan itu rupanya mengejutkan banyak pihak dan menimbulkan berbagai tanggapan dari kalangan akademik dan politik.
Prof Kacung Marijan PhD, salah satu Guru Besar Politik Universitas Airlangga (Unair) sekaligus pakar politik memberikan tanggapannya. Prof Kacung merupakan salah satu ahli politik yang sering memberikan analisis dan komentar terkait perkembangan politik di Indonesia.
Strategi Jangka Panjang Politik
Prof Kacung menjelaskan pengusungan Gibran sebagai cawapres menunjukkan strategi serius Prabowo dalam memenangkan pilpres tahun mendatang. Gibran adalah putra dari Presiden RI dua periode, 2014-2019 dan 2019-2024, Joko Widodo.
Melalui strategi menjadikan Gibran sebagai pasangannya di kontestasi pemilu. Hal itu diharapkan mampu menggaet suara dari para pendukung Jokowi atau setidaknya mengurangi keunggulan lawannya.
Selain itu, Gibran adalah sosok politisi muda yang memiliki prestasi dan visi. Terbukti dengan berhasil mengalahkan telak lawan politiknya dalam ajang pemilihan wali kota Solo dan berhasil mendapatkan apresiasi masyarakat.
Dengan demikian, menjadikan Gibran sebagai Cawapres, Prabowo dapat menarik atensi dari kalangan generasi muda yang mencapai 50 persen warga Indonesia sebagai pemilih potensial di pilpres mendatang.
Perpecahan Suara di Jawa Tengah
Prof Kacung menambahkan bahwa pengusungan Gibran sebagai cawapres dapat memberikan keuntungan bagi Prabowo di Jawa Tengah, salah satu basis pemilih terbesar di Indonesia.
Dilansir dari Lembaga Survei Indonesia (LSI), Ganjar unggul 32 persen suara di Jawa Tengah, sedangkan Prabowo hanya mendapatkan 16 persen suara.
Melalui pengusungan Gibran sebagai cawapres, harapannya mampu mengantarkan Prabowo ke gerbang kemenangan selangkah lebih dekat. Terlebih, Gibran memiliki popularitas dan pengaruh di Jawa Tengah dan berpotensi memecah suara PDIP di Jawa Tengah.
“Pemilih di Jawa Tengah yang sebelumnya mayoritas pendukung PDIP, di pemilu 2024 bisa jadi akan terpecah. Di antara mereka akan ikut Mas Gibran, yang berarti berpotensi menambah pemilih Pak Prabowo di Jawa Tengah,” tutur Prof Kacung.
Politik Dinasti Menjadi Tantangan
Namun demikian, Prof Kacung juga mengingatkan bahwa keputusan ini bukan tanpa risiko dan tantangan. Menurutnya, ada dua faktor utama yang dapat menjadi pertimbangan bagi pemilih yang kritis terhadap kehadiran Gibran, yaitu pengalaman dan politik dinasti.
Faktor pengalaman berkaitan dengan latar belakang dan rekam jejak Gibran sebagai politisi. Gibran adalah salah satu politisi muda yang baru memulai karirnya di dunia politik. Ia baru menjabat sebagai wali kota Solo sejak 2020, setelah memenangkan pemilihan dengan suara telak. Sebelumnya, ia tidak memiliki pengalaman dalam bidang politik, melainkan bergerak di bidang bisnis dan kuliner.
Faktor politik dinasti berkaitan dengan hubungan Gibran dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang merupakan ayahnya. Jokowi adalah presiden petahana yang populer dan memiliki basis pemilih yang besar.
Gibran dianggap sebagai bagian dari dinasti politik Jokowi, yang juga meliputi adiknya, Kaesang Pangarep, dan menantunya, Bobby Nasution, yang juga menjadi wali kota Medan. Politik dinasti itu sering dikritik oleh sebagian masyarakat sebagai bentuk nepotisme dan oligarki.
Prof Kacung menjelaskan bahwa kedua faktor itu dapat menjadi tantangan bagi Gibran untuk meyakinkan pemilih.
“Ini adalah tantangan bagi Mas Gibran untuk meyakinkan ke pemilih. Kalau bisa, akan memperoleh dukungan. Kalau tidak ya, sulit memperoleh dukungan,” kata Prof Kacung.
Menjalin Koalisi Dengan Lawan Politik
Pilpres 2024 akan diikuti oleh tiga pasang Capres-Cawapres, yaitu Prabowo-Gibran, Ganjar-Mahfud, dan Anies-Muhaimin. Ketiga pasangan itu memiliki basis pemilih yang seimbang, sehingga tidak ada yang mendominasi secara mutlak.
“Pemilu 2024 ini diikuti tiga pasang, dan akan berlangsung sangat ketat. Hampir sangat sulit bagi pasangan untuk menang satu putaran,” ujar Prof Kacung.
Oleh karena itu, Prof Kacung memprediksi bahwa pilpres 2024 akan berlangsung dua putaran, yaitu putaran pertama pada April 2024 dan putaran kedua pada September 2024. Dalam putaran pertama, pemilih akan memilih salah satu dari tiga pasangan capres-cawapres.
Dalam putaran kedua, pemilih akan memilih salah satu dari dua pasangan capres-cawapres yang mendapat suara terbanyak di putaran pertama.
Dengan demikian, tantangan bagi pasangan Prabowo-Gibran adalah bagaimana memperoleh dukungan dari pendukung cawapres yang gagal lolos ke putaran kedua.
Prof Kacung menjelaskan bahwa hal ini akan menentukan kemenangan atau kekalahan dari pasangan Prabowo-Gibran. Ia menekankan bahwa pasangan Prabowo-Gibran harus mampu menjalin koalisi dengan pasangan lain yang gagal lolos ke putaran kedua jika ingin menang.
“Tantangan bagi pasangan Pak Prabowo dan Mas Gibran, di antaranya, adalah bagaimana memperoleh dukungan dari pendukung cawapres yang gagal lolos di putaran kedua. Kalau bisa, potensi menang akan terjadi,” pungkas Prof Kacung.(yul)