SURABAYA, HKS-News.com|
Tim PropoBees Leptospira Program Kreativitas Mahasiswa Riset Eksata (PKM-RE) Universitas Airlangga (Unair) berhasil lolos pada tahap pendanaan dari Kemendikbudristek RI. Ketiga anggota tim tersebut berasal dari Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Unair. Mereka adalah Rana Zharifah Zahra Asmara, Ni Luh Putu Sita Savitri, dan Amazing Grace.
Ketua tim PropoBees Leptospira Rana Zharifah mengatakan bahwa mereka melakukan riset yang berjudul. Efek Propolis Lebah Madu Terhadap Biofilm Formation Leptospira sp. Secara In Vitro. Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri Leptospira sp.
“Leptospirosis biasanya terjadi pada daerah dengan sanitasi buruk, terutama ketika banjir melanda pemukiman. Akhirnya berakibat pada peningkatan kasus karena resevoir utama Leptospira sp., yaitu tikus yang berdampingan dengan masyarakat,” ujarnya.
Propolis Jadi Pilihan
Rana juga menjelaskan hubungan leptospira dengan biofilm. Jelasnya, selama proses infeksi, bakteri Leptospira akan membentuk biofilm sebagai pertahanan hidup atau sistem imun bakteri. Pembentukan biofilm tersebut menyebabkan bakteri dapat bertahan hidup dari ekstrimnya lingkungan eksternal ataupun kondisi inang sendiri.
Dari itulah, Rana dan tim harus mencari kandidat bahan atau herbal yang mampu menghambat pembentukan atau bahkan mencegah terbentuknya biofilm. Hal tersebut menjadi dasar awal ide pemilihan propolis lebah madu menjadi salah satu pilihan.
Menurutnya, propolis telah digunakan sebagai alternatif pengobatan alami. Sebab, propolis memiliki senyawa bioaktif seperti flavonoid.
“Flavonoid memiliki manfaat sebagai pro-oksidan terhadap bakteri patogen dan menginduksi stres oksidatif dengan menghasilkan Reactive Oxygen Species (ROS) penyebab kematian bakteri,” tukasnya.
Tidak Takluk dengan Tantangan
Dalam proses riset, tentu saja banyak tantangan yang harus tim hadapi. Salah satunya adalah mencari isolat bakteri Leptospira sp. untuk pengujian. Menurutnya, isolate sulit dicari karena isolasi bakteri genus Leptospira tersebut sangat sulit, mengingat bakterinya mudah terkontaminasi.
“Selain itu, melakukan isolasi manual dari tikus yang hidup bebas memerlukan waktu yang cukup lama. Kurang lebih tiga bulan dan iya jika berhasil terisolasi,” tambahnya.
Tantangan lain ialah melakukan optimalisasi metode yang digunakan untuk riset. Riset tersebut menggunakan bakteri Leptospira, Akan tetapi ketika optimalisasi metode, Rana dan tim menggunakan bakteri e-coli untuk mencoba prosedur kerja, apakah sudah sesuai dan dapat diimplementasikan sehingga meminimalisir terjadi kegagalan yang fatal.
Ke depan, ia berharap timnya dapat menghasilkan kandidat anti-biofilm dari bahan herbal yang dapat dicari dengan mudah oleh masyarakat. Selain itu, riset yang ia dan tim lakukan dapat menambah wawasan ilmiah mengenai efektifitas propolis dalam menghambat pembentukan biofilm. Serta, menjadi referensi riset dan produk herbal kedepannya.
“Kepada masyarakat kami berharap agar selalu menjaga pola hidup sehat dan bersih mengingat perantara penyakit seperti tikus dan hewan lainnya yang hidup berdampingan dengan kita,” pesannya. (Yul)