SURABAYA, HKS-News.com|

Masalah pupuk subsidi yang terus bergulir hingga saat ini belum terselesaikan. Bahkan yang lebih parah, kuota pemberian pupuk bersubsidi kini tinggal 50 persen saja.

Keprihatinan ini disampaikan oleh

anggota DPRD provinsi Jatim Drs Subianto MM di ruang kerjanya. Politisi partai Demokrat ini mengungkapkan bahwa masalah 

pupuk subsidi yang tidak sesuai dengan permintaan, mengakibatkan banyaknya petani yang menangis, karena hasil panen yang terus menurun karena kekurangan pupuk.

“Jawa Timur memiliki lebih dari 1.500.000 hektar lahan pertanian, dan tanah pertanian kita itu sebetulnya kan 2 juta hektar secara umum. Tapi setiap hari mulai berkurang. Ya karena untuk pembuatan jalan tol, untuk perumahan, dan sekarang tinggal 1,8 juta hektar, ditambah lagi 500 ribu hektar dari perhutanan. Jadi jumlah lahan pertanian menjadi 2, 3 juta hektar,” terang anggota komisi B DPRD provinsi Jatim ini.

“Kami menghimbau pemerintah, bolehlah pembangunan infrastruktur digalakkan tetapi pemerintah harus ingat bahwa kondisi alam semakin hari kan semakin tidak menentu, karena banyaknya hutan digunduli, ini kan sangat berpengaruh pada iklim ini sendiri. Kalau pemerintah mengurangi alokasi pupuknya yang menjadi jatah petani, akhirnya kita kekurangan hasil panen. Kedepannya tentu saja padi juga akan berkurang secara signifikan,” tukasnya.

Menurut Subianto, di era Orde Baru negara Indonesia mencapai swasembada pangan berpuluh-puluh tahun. Dan selama itu pula Indonesia tidak pernah mengekspor beras. Petani hidup makmur sejahtera karena mendapatkan pupuk subsidi yang sesuai dengan lahan yang mereka miliki.

Yang menjadi pertanyaan, kenapa pemerintah sekarang ini enggak mau belajar kepada kesuksesan tahun-tahun yang pernah kita nikmati kesuksesan seperti itu.

Subianto menyebutkan bahwa pemerintah mengurangi distribusi pupuk subsidi di Jawa Timur ini lebih dari 50 persen.

“Kurang lebih 2.700.000 ton alokasi yang diberikan waktu itu dari permintaan pupuk subsidi 3,47 juta ton, sekarang itu tinggal 1,6 juta ton. Berkurang sekitar 1,5 juta ton dari permintaan 3,4 juta ton. Permintaan pupuk mulai di disesuaikan dengan lahan yang ada. Sekarang alokasi kita tinggal 1,5  juta ton. Apalagi pupuk-pupuk tertentu seperti PSP, dan merek-merek lain sudah tidak ada,” sambungnya.

Subianto mengakui, jika petani menggunakan pupuk nonsubsidi, tentu rugi, karena harga pupuk tersebut sangat mahal. Ditambah lagi harga-harga hasil produksi pertanian itu enggak ada yang murah. Barang-barang industri kan naik semua, jadi petani bebannya sangat berat.

“Pemerintah harus tetap memberikan subsidi kepada petani sesuai alokasi yang ada. Jadi betul-betul disesuaikan dengan kebutuhan, apalagi ada tambahan lahan yang harus betul-betul dihitung. Kalau petani dibebani dengan biaya non subsidi enggak mampu. Yang penting pemberian pupuk subsidi harus betul-betul tepat sasaran, jangan sampai dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu. Keberhasilan suatu negara itu terletak pada kesejahteraan masyarakat yang terpenuhi pangannya,” tandasnya.(Yul)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *