SURABAYA, hks-news.com|

Perempuan menjadi kelompok yang rentan menderita HIV (Human Immunodeficiency Virus)/AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). 

Kesenjangan gender dan faktor ekonomi menjadi pemicu rentannya perempuan terjangkit penyakit tersebut. Namun ironisnya, sebagai kelompok rentan, perempuan ODHIV (orang dengan HIV) justru kerap mendapatkan stigma buruk, diskriminasi, hingga mengalami kesulitan akses perawatan kesehatan.

Menanggapi berbagai permasalahan pada perempuan ODHIV, Prof Dr Tintin Sukartini, SKp MKes mengusulkan sebuah program bertajuk Pemberdayaan Perempuan dengan HIV dalam Menurunkan Stigma serta Meningkatkan Kepatuhan konsumsi Antiretroviral (ARV).

Usul tersebut ia sampaikan bertepatan dengan pengukuhannya sebagai Guru Besar Universitas Airlangga (Unair) ke-290 yang berlangsung di Aula Garuda Mukti, Kantor Manajemen, Kampus MERR-C Unair, Rabu (26/7/2023).

Pentingnya Pemberdayaan

Dalam orasinya, Prof Tintin menyampaikan bahwa pemberdayaan pada perempuan ODHIV merupakan sebuah upaya membantu mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup, baik dari segi kesehatan, psikologis, sosial, hingga spiritual.

Menurut Prof Tintin, ekonomi menjadi faktor utama dalam mendorong pemberdayaan pada perempuan ODHIV. Ia melihat, perempuan ODHIV seringkali mengalami kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan sebab banyaknya stigma negatif yang melekat pada mereka.

Upaya pemberdayaan penting dilakukan untuk mengembangkan potensi ekonomi pada perempuan ODHIV. Dengan demikian, perempuan ODHIV akan mampu meningkatkan produktivitas dalam mencukupi segala kebutuhan hidupnya.

“Banyak perempuan ODHIV yang kesulitan mendapatkan pekerjaan karena stigma-stigma pada diri mereka. Sehingga, upaya pemberdayaan dilakukan untuk mengembangkan potensi ekonomi serta meningkatkan produktivitas perempuan ODHIV dalam mencukupi kebutuhan hidupnya,” ujar Guru Besar Fakultas Keperawatan Unair itu.

Program Pengobatan

Dalam kesempatan yang sama, Prof Tintin mengatakan bahwa sebenarnya pemerintah telah melakukan penanganan HIV/AIDS pada masyarakat. Penanganan itu dilakukan dengan pemberian terapi Antiretroviral (ARV) secara gratis sejak tahun 2004.

“Terapi Antiretroviral (ARV) ini merupakan pengobatan yang direkomendasikan untuk pasien dengan HIV dengan tujuan mengurangi viral load, mempertahankan dan memulihkan fungsi kekebalan tubuh, serta mencegah morbiditas,” terangnya.

Kendati demikian, terapi ARV tidak serta merta dapat menyembuhkan infeksi HIV. ARV, hanya dapat menekan replikasi virus dalam tubuh dan memungkinkan sistem kekebalan lebih menguat sehingga dapat mengembalikan kapasitasnya dalam melawan infeksi.

Efektivitas Pemberdayaan 

Lebih lanjut, dosen Fakultas Keperawatan Unair itu mengungkap bahwa program pemberdayaan perempuan ODHIV telah terbukti dapat meningkatkan keberhasilan pengobatan pada perempuan ODHIV. Upaya pemberdayaan tersebut meliputi peningkatan pengetahuan, pemahaman, dan peran, baik secara individu maupun komunitas.

Adapun kegiatan dalam program pemberdayaan bisa berupa kegiatan penyuluhan, pemberian motivasi dan bimbingan serta penyebarluasan komunikasi, informasi dan edukasi. Keluarga dalam hal ini juga memegang peran penting dalam melancarkan program pemberdayaan pada perempuan ODHIV.

“Pemberdayaan perempuan melalui bimbingan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman pengasuh dapat memberi keluarga keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan dalam merawat anggota ODHIV dan menyelesaikan masalah pada diri mereka,” sambungnya.

Pada akhir, guru besar kelahiran Sukabumi itu berharap agar pendekatan pemberdayaan perempuan dapat menurunkan stigma negatif, meningkatkan kepatuhan pengobatan, serta mengubah status kesehatan dan ekonomi ODHIV perempuan.

“Melalui pendekatan pemberdayaan, semoga perempuan ODHIV dapat meningkatkan status kesehatan dan ekonomi mereka sehingga nantinya juga akan berdampak terhadap peningkatan kualitas hidup mereka,” tegas Prof Tintin. (Yul)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *