SURABAYA, HKS-News.com – Mahkamah Konstitusi (MK) baru saja mengabulkan permohonan buruh melalui Putusan Nomor 168/PUU-XXI/2023. Permohonan yang diajukan oleh buruh tersebut antara lain seperti memperjelas jangka waktu kontrak kerja, pembatasan jenis outsourcing, hingga sistem pengupahan yang layak.

Pakar Hukum Ketenagakerjaan Universitas Airlangga (UNAIR) Dr Lanny Ramli SH MHum menjelaskan bahwa perlu banyak pertimbangan terhadap hak buruh. Pertimbangan tersebut terbagi menjadi dua yakni pemenuhan hak normatif dan pemenuhan kebutuhan hidup buruh. Ia menambahkan bahwa kualitas kehidupan buruh juga harus sesuai dengan kinerja dan masa kerjanya.

Peran Pemerintah Daerah

Lanny mengatakan bahwa pemerintah daerah memiliki peran penting terhadap kualitas buruh. Peran utama pemerintah daerah terletak pada angkatan kerja terutama untuk angkatan kerja yang menginginkan penghasilan lebih banyak. Bukan tanpa sebab, Indonesia merupakan negara kesatuan, sehingga perlu peran aktif pemerintah daerah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

“Memang cukup banyak poin penting yang menjadi permohonan dalam Putusan MK tersebut. Maka perlu penyelarasan kebijakan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Tentunya hak-hak para buruh harus diakomodir terlebih dahulu oleh pemerintah setempat, sehingga pelaksanaan putusan MK ini dapat terlaksana,” ucapnya.

Terkait jangka waktu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Dosen FH Unair tersebut menyebutkan bahwa tidak ada masalah jika terbatas lima tahun. Setelah habis masa berlaku PKWT, maka buruh dapat mengikatkan kembali perjanjian kerja namun tidak dalam konteks perpanjangan PKWT.

“Tentunya pembatasan ini sebagai upaya perlindungan hukum bagi buruh,” jelasnya.

Istilah Pengupahan

Lanny menjelaskan bahwa istilah pengupahan adalah tergantung dari sudut pandang dan penamaan. Terdapat beberapa ahli yang menyebut upah hidup, upah wajar, upah nyata, upah minimum. Lebih lanjut, sistem upah proporsional harus memiliki parameter yang jelas. Sebab, sangat berpengaruh terhadap nominal yang akan buruh terima.

“Sangat sulit untuk menentukan upah proporsional, jika tidak ditentukan dengan jelas parameter dan regulasinya. Biasanya upah proporsional juga menyesuaikan kondisi daerah atau yang sekarang lebih dikenal Upah Minimum Provinsi (UMP), tentunya pemberian upah proporsional harus berlandaskan kinerja dan lama kerja dari buruh,” tuturnya.

Lanny berharap pengaturan yang memperhatikan kebutuhan pekerja, juga sesuai kemampuan pengusaha dan diharapkan jalur birokrasi lebih dipermudah.

“Pekerja dan Pengusaha adalah mitra, pemerintah sebagai pengayomnya, sehingga regulasi hukum ketenagakerjaan harus jelas,” pungkasnya. (Wahyu)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *