JAKARTA, HKS-News.com-

Tiga anggota Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) mundur paska lembaga tersebut memberi sanksi kepada Poltracking Indonesia.

Lembaga survei yang menyatakan mundur itu yaitu Poltracking Indonesia, Parameter Politik Indonesia (PPI), dan Voxpol Center Research and Consulting.

Tiga lembaga survei itu mundur dengan alasan yang berbeda. Hanya saja, Dewan Pakar Persepi Hamdi Muluk mengatakan, sudah berencana mengklarifikasi PPI dan Voxpol soal hasil survei, namun hal itu diurungkan karena dua lembaga survei itu mundur dari Persepi.

Terlepas dari mundurnya tiga lembaga survei itu, ketegasan Persepi tentu layak diapresiasi. Sebab, Persepi sudah berupaya untuk menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga survei yang ada dalam naungan organisasinya.

Dengan cara itu, Persepi sudah berupaya melindungi masyarakat dari informasi sesat yang dirilis lembaga survei. Persepi harus yakin semua hasil survei yang dirilis lembaga survei yang ada dalam naungan sudah benar secara metodologis.

Untuk itu, lembaga survei yang ada dalam naungannya harus di evaluasi. Jangan sampai mereka berlindung di lembaga survei, tapi sebenarnya mereka melaksanakan peran tim sukses pemenangan kandidat atau paslon tertentu.

Orang-orang berkedok seperti itu harus diakhiri. Mereka sudah merusak nama lembaga survei secara keseluruhan. Mereka ini juga sudah merusak tatanan demokrasi dengan berkedok hasil survei.

Evaluasi itu perlu dilakukan karena banyak hasil survei yang diragukan karena disebabkan dua hal.

Pertama, kesalahan metodologi, khususnya dalam menetapkan sampel dan alat ukur (instrumen) yang digunakan dalam survei. Kesalahan dua hal ini akan menyebabkan hasil penelitian invalid.

Namun kesalahan tersebut tampaknya relatif kecil ditemui pada survei  yang dilakukan lembaga survei yang sudah mapan. Sebab, kemampuan sumber daya manusianya di bidang survei pada umumnya sudah sangat mumpuni.

Jadi, kesalahan dua hal itu berpeluang terjadi pada lembaga survei yang baru dan relatid kecil dengan sumber daya manusia yang masih terbatas. Karena itu peluang kesalahan menetapkan sampel dan menyusun instrumen masih terbuka.

Dua, kesalahan dari peneliti. Kesalahan ini bisa disengaja dan tidak disengaja. Kalau kesalahan tidak disengaja tentu dapat dimaafkan, sebab bisa saja keterbatasan pengetahuan si peneliti mengenai metode survei. Namun peluang kesalahan ini relatif kecil, karena sumber daya manusia di lembaga survei yang mapan sudah sangat mumpuni.

Namun bila disengaja, maka jelas ada upaya memanipulasi data untuk kepentingan paslon atau yang membayar survei. Peneliti seperti ini disebut peneliti tukang yang biasanya akan menyesuaikan hasil survei sesuai pesanan.

Lembaga survei seperti itu jelas memanfaatkan hasil riset untuk membentuk dan menggiring pendapat umum sesuai pesanan yang membayar. Celakanya, bila datanya invalid, maka pendapat umum yang dibentuk tentulah menyesatkan. Pendapat umum seperti ini disebut pendapat umum palsu.

Lembaga survei seperti itu sudah abai terhadap etika ilmiah yang mengedepankan objektifitas. Mereka ini tak layak menjadi peneliti, apalagi memiliki atau memimpin lembaga survei, karena dapat memanipulasi data sesuai kehendak pemesan.

Untuk itu, Persepi harus berani menertibkan semua anggotanya yang dinilai sudah tidak lagi objektif dalam melakukan survei. Penertiban itu perlu dilakukan agar semua lembaga survei yang bernaung di Persepi akan dinilai kredibel oleh masyarakat. Dengan begitu, Persepi sudah menjaga lembaga survei dari keterpurukannya.

Jadi, Persepi lebih baik menaungi sedikit lembaga survei tapi kredibel daripada banyak tapi menjadi cemooh di masyarakat. Karena itu, biarkan lembaga survei keluar dari Persepi secara alamiah agar lembaga ini bebas dari lembaga survei yang bermental tukang.

M. Jamiluddin Ritonga

Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul.

Disen Metodologi Penelitian Komunikasi Universitas Esa Unggul.

Mantab Dekan FIKOM IISIP Jakarta.(Yul)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *