SURABAYA, HKS-News.com – Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur, Cahyo Harjo Prakoso, menggelar acara “Sarasehan Toleransi dan Keberagamaan” di Hotel Elmi Surabaya, Minggu (3/11/2024).

Sarasehan bertema “Membangun Toleransi di Era Digital: Menangani Polarisasi dan Diskriminasi Online” ini menghadirkan Imam Besar Masjid Nasional Al Akbar Surabaya, KH Ahmad Muzakki, sebagai narasumber dan mengundang para pemuda dari berbagai kalangan sebagai peserta.

Menurut Cahyo, Indonesia adalah negara dengan keberagaman suku, agama, dan budaya yang perlu dijaga kesatuannya.

Ia mengingatkan bahwa polarisasi dan diskriminasi yang sering kali tersebar lewat berita hoaks di media sosial berpotensi mengancam persatuan bangsa.

Oleh sebab itu, masyarakat perlu diberikan pemahaman yang mendalam untuk menghindari sikap mudah percaya terhadap informasi yang belum tentu kebenarannya, serta bersikap bijak dalam bermedia sosial.

“Dalam bermedia sosial, kita harus menjaga kesopanan, menghindari penggunaan bahasa kasar atau merendahkan orang lain,” ungkap Cahyo.

Lebih lanjut, Cahyo menekankan pentingnya pendidikan karakter bagi masyarakat. Ia meyakini bahwa pendidikan karakter berperan dalam mengembangkan empati dan toleransi di kalangan generasi muda, yang penting untuk menjaga keharmonisan keberagaman di tengah era digital ini.

Keberagaman dan Toleransi dalam Kehidupan Bermasyarakat

KH Ahmad Muzakki, selaku narasumber utama, menjelaskan bahwa keberagaman merupakan realitas kehidupan di Indonesia. Berbagai aspek kehidupan masyarakat, seperti ras, suku, agama, budaya, dan gender, adalah bagian dari keberagaman tersebut.

Muzakki menyebut, keberagaman bukan hanya tentang perbedaan, tetapi juga tentang penerimaan dan penghormatan terhadap sesama.

“Keberagaman adalah prioritas bagi bangsa majemuk seperti Indonesia. Untuk menjaga keberagaman ini tetap harmonis, penting sekali menerapkan rasa toleransi. Tanpa itu, persatuan dan kesatuan bangsa tidak akan terwujud,” ujarnya.

Muzakki menambahkan, toleransi dapat mempererat persatuan dan kesatuan antar warga, serta mengembangkan sikap saling menghargai dan tenggang rasa dalam kehidupan bermasyarakat.

Penanganan Perundungan di Pesantren

Selain soal keberagaman dan toleransi, sarasehan ini juga menyoroti masalah perundungan yang masih terjadi di lingkungan pesantren. Cahyo dan Muzakki menilai bahwa perundungan adalah masalah serius yang memerlukan perhatian.

Pesantren, sebagai lembaga pendidikan keagamaan, disarankan meningkatkan manajemen pengawasan terutama di asrama yang dihuni puluhan santri dari berbagai latar belakang.

“Pesantren bisa mempertimbangkan penambahan jumlah pengawas. Misalnya, untuk satu kamar yang diisi sepuluh santri, bisa ditambahkan dua orang pengawas agar lebih terkontrol,” jelas KH Ahmad Muzakki.

Senada dengan hal tersebut, Cahyo berharap praktek perundungan bisa dicegah dengan menanamkan nilai-nilai toleransi di lingkungan pesantren.

Sebagai anggota DPRD, Cahyo juga berkomitmen merumuskan regulasi atau peraturan yang melindungi anak-anak dari praktek perundungan.

“Kami akan menyempurnakan regulasi terkait perlindungan anak, serta mengimplikasikannya ke berbagai kelompok masyarakat. Kami juga akan memaksimalkan fungsi legislatif kami tidak hanya dalam pengawasan Perda, tetapi juga dalam mensosialisasikan nilai-nilai kepribadian, kebudayaan, dan Pancasila, yang menjadi fondasi penting berdirinya NKRI,” tambah Cahyo.

Dukungan Pemuda untuk Toleransi

Ketua PC Ikatan Pemuda Nahdlatul Ulama (IPNU) Surabaya, Muhammad Cholillurrahman, yang turut hadir dalam acara ini, menilai bahwa tingginya kasus perundungan dan kurangnya modernisasi dalam beragama menjadi isu yang perlu diperhatikan oleh pemerintah.

Ia mengapresiasi kegiatan sarasehan ini sebagai wadah penyampaian aspirasi masyarakat terkait isu-isu sosial, sekaligus langkah penting dalam menyebarkan nilai toleransi di kalangan pemuda.

“Saya mewakili para pelajar, hasil dari diskusi bersama KH Muzakki dan Mas Cahyo hari ini akan saya sampaikan kepada rekan-rekan. Kami mendukung penuh apa yang diperjuangkan Mas Cahyo untuk upaya toleransi, baik di Surabaya maupun Jawa Timur,” pungkasnya. (Wahyu)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *