JAKARTA, HKS-News.com-

Pemecatan Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya diduga karena menolak rencana kedatangan dokter asing ke Indonesia harus dilawan.

Civitas akademika dimana pun berada sudah seharusnya menolak keputusan Rektor Unair tersebut. Sebab, keputusan semacam itu sangat bertentangan dengan kebebasan berpendapat sebagaimana diatur dalam konstitusi Indonesia.

Keputusan Rektor Unair itu juga sudah memberangus demokrasi di dunia pendidikan. Hal itu tentu tidak boleh terjadi, sebab kampus harus menjadi benteng demokrasi di Indonesia.

Karena itu, bila Keputusan Rektor Unair tersebut dibiarkan, bisa jadi hal itu akan menjalar ke kampus lainnya di tanah air. Setiap perbedaan pendapat akan dijadikan dasar bagi rektor untuk memecat civitas akademika.

Hal ini tentu akan menjadi petaka di perguruan tinggi di Indonesia. Kebebasan berpendapat yang menjadi rok civitas akademika bisa lenyap.

Jadi, setiap upaya memberangus kebebasan berpendapat di kampus sudah seharusnya dilawan. Semua civitas di penjuru tanah air harus bersatu melawan pimpinan kampus yang otoriter.

Jadi, kampus tidak boleh dipimpin sosok otoriter. Sebab, kampus dunianya demokrasi yang jadi lahan subur untuk tumbuh suburnya kebebasan berpendapat.

Karena itu, rektor yang otoriter tak boleh memimpin perguruan tinggi. Sosok seperti ini selain tak cocok, juga sangat berbahaya memimpin kampus.

Meski demikian, keputusan Rektor Unair memecat Dekan FK, perlu ditelusuri lebih jauh. Perlu diketahui apakah keputusan rektor itu murni keputusannya atau karena mendapat tekanan dari atasannya ?

Hal itu perlu dilakukan, karena bisa saja keputusan Rektor Unair itu karena tekanan dari atasan. Sebab, keputusan itu berkaitan dengan penolakan terhadap rencana kedatangan dokter asing di Indonesia.

Meskipun Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI sudah membantah hal itu. Kemenkes RI sejak awal memang sudah menyatakan keputusan Rektor Unair itu murni internal kampus.

Bantahan Kemenkes itu tentu tak harus dipercaya begitu saja. Perlu ada Tim Independen untuk menelusuri hal itu.

Hal itu perlu dilakukan agar kampus steril dari intervensi kekuasaan. Kampus tidak boleh dimasuki benih-benih otoriter. Semua itu harus dibersihkan agar kebebasan kampus benar-benar terjaga.

M. Jamiluddin Ritonga

Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul

Mantan Dekan FKKIM IISIP Jakarta.(Yul)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *