SURABAYA, hks-news.com| Rektor Universitas Airlangga (Unair) Prof Mohammad Nasih resmi mengukuhkan Prof Rossanto Dwi Handoyo SE MSi PhD sebagai guru besar pada Rabu (10/5/2023) di Aula Garuda Mukti, Kampus MERR-C, Unair. Pengukuhan tersebut resmi menjadikan ia sebagai guru besar aktif ke-34 di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB).
Dalam kesempatan itu, Rossanto menyampaikan orasinya tentang peluang ekspor Indonesia di tengah arus geo politik internasional. Ia mengungkapkan, sebagai negara small open economy, perekonomian Indonesia sangat rawan terpengaruh oleh kondisi ekonomi dunia. Pengaruh itu tidak hanya berasal dari kondisi ekonomi, tetapi juga kondisi geo politik, sosial, bahkan kesehatan.
“Dalam sepuluh tahun terakhir, peta geo politik internasional berkembang sangat dinamis, mulai dari perkembangan Brexit di Eropa, perang dagang Amerika dan Tiongkok, perubahan konstelasi politik internasional di negara Teluk, wabah pandemi Covid-19, hingga perang antara Rusia vs Ukraina yang terjadi setahun terakhir,” ungkapnya.
Selain itu, terbukanya peluang perdagangan yang makin luas serta ketergantungan ekonomi dan perdagangan dunia yang makin meningkat mengakibatkan kondisi ekonomi Indonesia mengalami fluktuatif sesuai dengan ritme perdagangan global.
Terlepas dari itu, kondisi ekonomi dunia makin membaik khususnya pasca pandemi Covid-19 dan perang Rusia-Ukrania. Hal itu juga berdampak pada neraca perdagangan Indonesia yang mampu mencapai rekor tertinggi dalam sejarah pada tahun 2021 dan 2022.
Perjanjian Perdagangan Bebas
Kemudian, Rossanto memaparkan bahwa pada saat yang bersamaan pemerintah terus menggencarkan peluang ekspor dengan melakukan berbagai perjanjian perdagangan bebas atau free trade agreement (FTA) dengan negara lain.
Upaya tersebut dinilai dapat meningkatkan peluang produk ekspor Indonesia memasuki negara mitra dengan lebih bebas. Di samping itu, produk-produk ekspor negara mitra juga lebih bebas memasuki pasar domestik.
“Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perjanjian perdagangan yang dilakukan oleh Indonesia dengan negara mitra telah mendorong adanya penciptaan perdagangan atau trade creation. Pembentukan perjanjian perdagangan bebas telah berhasil meningkatkan perdagangan di antara negara-negara yang berpartisipasi dan mendorong peningkatan produksi domestik,” jelas ahli ekonomi internasional itu.
Dorong UKM untuk Lakukan Ekspor
Lebih lanjut, dosen Departemen Ekonomi Pembangunan itu berharap, peluang terbukanya pasar yang makin luas itu juga dapat dimanfaatkan oleh UKM, bukan para pelaku eksportir besar saja. Hal itu karena UKM di Indonesia telah mampu menyerap 60 persen tenaga kerja domestik dan mampu menghasilkan produk-produk yang berkualitas.
“Saat ini, jumlah eksportir kita pertumbuhannya tidak terlalu signifikan dibandingkan dengan negara tetangga kita di ASEAN yang sudah berorientasi ekspor walaupun sekelas UKM. Selain itu, jumlah UKM yang berperan sebagai eksportir produsen masih sangat minim. Kebanyakan dari mereka berperan hanya sebagai trader.” paparnya.
Rossanto menyebut ada beberapa alasan yang menyebabkan UKM di Indonesia tidak berani untuk melakukan ekspor. Pertama, mereka lebih berfokus untuk melakukan penjualan di dalam negeri. Kedua, mereka masih mengganggap ekspor adalah suatu hal yang sulit dan berbelit-belit. Ketiga, mereka takut mendapatkan pajak yang tinggi. Terakhir, mereka tidak memiliki sertifikasi yang diperlukan.
“Sehingga, ketika ada UKM yang dapat buyer dan bisa ekspor, banyak yang menggunakan undername. Istilah undername adalah istilah yang digunakan UKM yang akan ekspor tapi tidak menggunakan nama perusahaan sendiri karena banyak alasan,” tutupnya. (Yul)