SURABAYA, HKS-News.com – Anggota DPRD provinsi Jatim tiga periode Dr Ir Artono menyesalkan sikap pemprov Jatim terkait Perda Obat Tradisional.

Artono menceritakan, setiap komisi ditargetkan untuk bisa membuat dan menyelesaikan 3 Raperda selama 5 tahun. Target tersebut merupakan prestasi atas kinerja komisi selama duduk sebagai anggota legislatif.

Namun dalam kenyataannya, ketika target tersebut diselesaikan, pihak pemerintah kurang merespon, bahkan terkesan abai terhadap kepentingan Perda tersebut.

“Saya menyesalkan sikap pemprov Jatim yang terkesan abai dan kurang memperhatikan niat pembuatan Perda tersebut. Terbukti saat Pergub diajukan, justru poin-poin penting yang kita sodorkan malah dihapus. Padahal saat pembuatan Perda tersebut, segala upaya, tenaga, pikiran dan waktu kita fokuskan untuk menyempurnakan Perda tersebut. Semua jadi sia-sia,” tukasnya.

Wakil ketua komisi E DPRD provinsi Jatim ini bahkan menyampaikan penyesalannya karena pemprov Jatim dengan seenaknya menghapus poin-poin penting yang didalamnya berisi perlindungan dan penganggaran untuk UKM.

“Seperti Perda Obat Tradisional yang memakan waktu begitu banyak, melibatkan unsur instansi, unsur akademik dan juga komunitas jamu tradisional. Kita perjuangkan mati-matian agar UKM yang memiliki profesi tukang jamu, pembuat jamu tradisional mendapatkan perlindungan hukum dan keterlibatan pemerintah, saat pemprov Jatim menyodorkan Pergub, justru isinya jauh dari harapan kita. Tentu saja saya pribadi merasa sangat kecewa, sangat sedih, karena perjuangan kita tidak mendapatkan sambutan yang baik dari pemerintah,” tandasnya.

Menurut politisi PKS ini, pelaku UKM yang memproduksi jamu tradisional terkendala oleh biaya pendampingan Apoteker. Karena biaya yang diajukan oleh Apoteker ini sebesar Rp 5 juta perbulan.

“Untuk mendapatkan ijin BPOM, pelaku UKM harus mendapat rekomendasi dari Apoteker tersebut. Lha biaya membayar Apoteker saja Rp 5 juta, sementara yang namanya UKM itu kan pelaku usaha rumahan, yang tentu saja penghasilannya tidak banyak. Di Perda itu kita meminta biaya pendampingan Apoteker itu dicover oleh pemerintah. Sehingga semua pelaku UKM jamu tradisional bisa mengembangkan produksinya,” sambungnya.

Artono menambahkan, Perda Jamu tradisional ini sebenarnya sangat bagus, karena mewadahi pelaku UKM pembuat jamu tradisional. Dengan adanya Perda tersebut sebenarnya pelaku UKM pembuat jamu tradisional bisa mengembangkan potensi pasar internasional, jika saja pemerintah sensitif terhadap nasib para pembuat jamu tradisional ini.

“Jaringan pasar internasional sangat potensial. Omsetnya bisa menembus hingga Rp 100 triliun. Pangsa pasar di luar negeri meliputi Jepang, Vietnam, Korea, negara-negara Afrika dan sebagian negara Eropa serta Amerika. Kalau saja pemerintah jeli menangkap peluang tersebut, akan berimbas pada peningkatan devisa negara. Jamu buatan Sido Muncul hanya berjualan Tolak Angin, Anti Linu dan jenis jamu yang lain, omsetnya mencapai lebih dari Rp 150 triliun,” terangnya.

Karena itu, Artono berharap di pemerintahan mendatang, setelah Pilgub, pemprov Jatim bisa memfokuskan pada Perda Jamu Tradisional, agar pelaku UKM pembuat jamu tradisional bisa meningkatkan kesejahteraan keluarganya dan pemerintah bisa meningkatkan devisa negara, serta mendapatkan tambahan PAD dari kontribusi pelaku UKM pembuat jamu tradisional.(Wahyu)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *