SURABAYA, HKS-News.com- 

Perjalanan muhibah Ketua Umum Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa sampai di Kota Ur , sebuah kota di Irak tengah di cabang Sungai Eufrat, 100 km selatan Baghdad. Kota ini di  Provinsi Babilonia dan terletak berdekatan dengan kota kuno Babilonia.

Di Kota itu, Nabi Ibrahim diyakini lahir pada 2000 tahun sebelum Masehi (SM). Kota itu terletak di Mesopotamia kuno, salah satu tempat lahirnya peradaban manusia. Ibnu Katsir melalui kitabnya, Bidayah wa al-Nihayah, menjelaskan, Nabi Ibrahim lahir di Babilonia yang termasuk wilayah Irak.

Dalam riwayat kitab yang sama, Nabi Ibrahim dikenal dengan nama Ibrahim bin Tarikh bin Nuhur bin Sarugh bin Raghu bin Faligh bin ‘Abir bin Syalih bin Arfakhsyadz bin Sam bin Nuh alaihissalam.

“Babilonia pada masa itu, merupakan sebuah pusat kebudayaan dan kekuasaan di wilayah Mesopotamia yang kini menjadi bagian dari Irak,” kata Khofifah.

Bersama rombongan, Khofifah singgah ke kota tersebut untuk bermuhasabah dan menapak tilas meneladani kisah-kisah dari nabi yang melahirkan banyak keturunan nabi dan rasul termasuk nabi Muhammad SAW.

Di Babilonia tersebut yang diyakini sebagai tempat kelahiran Nabi Ibrahim didirikan sebuah masjid. Pasalnya diyakini dalam beberapa riwayat, di sana juga merupakan rumah yang sempat ditinggali Nabi Ibrahim semasa hidupnya.

“Kelahiran Nabi Ibrahim di tengah-tengah peradaban yang maju menjadi landasan bagi peran pentingnya dalam menyebarkan ajaran tauhid. Kelahirannya di Babilonia, membuat Nabi Ibrahim harus berdakwah di dunia yang penuh dengan penyembahan berhala dan menghadapi pemimpin yang zalim,” ujar Khofifah. 

Nabi Ibrahim diceritakan dalam Alquran hidup pada zaman Raja Namrud. Pada masa itu, masyarakat Mesopotamia hidup dalam masa jahiliyah, mereka banyak menciptakan patung-patung untuk disembah. 

Sedangkan saat itu, Raja Namrud telah memerintah Babilonia selama 400 tahun, dan masa pemerintahannya yang panjang ini membuatnya menjadi sosok yang penuh kesombongan. Bahkan sampai-sampai ia mengklaim dirinya sebagai Tuhan. 

“Saat pemerintahan Raja Namrud, Dia pernah bermimpi tentang adanya seorang anak yang akan menggulingkannya dari tahtanya, sehingga dia memerintahkan pembunuhan semua bayi laki-laki yang lahir pada saat itu,” terang Khofifah. 

Namun, orang tua Nabi Ibrahim menyembunyikan putranya dalam sebuah gua untuk melindunginya dari ancaman tersebut.

Kisah Nabi Ibrahim dan Raja Namrud yang zalim ini banyak disebutkan dalam Al Quran, terutama dalam beberapa surat seperti Al-Baqarah, Al-An’am, Al-Anbiya, Asy-Syura, Ibrahim, dan Hud. 

“Nabi Ibrahim dalam berdakwah adalah menghancurkan berhala-berhala masyarakat jahiliyah saat itu. Ini termasuk berhala yang dimiliki oleh Raja Namrud. Tindakan ini membuat Raja Namrud sangat marah, dan dia memerintahkan agar Nabi Ibrahim dihukum dengan cara dibakar hidup-hidup,” sambungnya. 

Namun, dengan perlindungan Allah, Nabi Ibrahim tidak terbakar oleh api yang dinyalakan untuk membakarnya selama 40 hari. Dalam Alquran Surat Al Anbiya ayat 69, Allah berfirman: Kami (Allah) berfirman, “Wahai api! Jadilah kamu dingin, dan penyelamat bagi Ibrahim!”

“Meskipun Nabi Ibrahim mengalami pembakaran selama 40 hari, keajaiban terjadi saat ia sama sekali tidak mengalami luka bakar. Ini adalah bukti nyata atas pertolongan Allah yang luar biasa, yang memperlihatkan kuasa-Nya yang tak terbatas. Bahkan, dalam momen tersebut, banyak hewan juga turut membantu memadamkan api yang mengelilingi Nabi Ibrahim,” urai Khofifah. 

Setelah api berhasil dipadamkan, kaum Kaldan yang sebelumnya sombong dan menganggap diri mereka kuat, akhirnya tertunduk malu. Mereka harus menerima kekalahan yang begitu telak. Meskipun mereka telah mencoba membakar Nabi Ibrahim selama  40 puluh hari, nyatanya mereka tidak mampu menyakiti atau mengalahkannya.

Meskipun telah menyaksikan mukjizat ini secara langsung, hanya sedikit orang yang mengakui kebenaran dan kebesaran Tuhan yang diyakini oleh Nabi Ibrahim. Raja Namrud dan para pengikut setianya tetap sombong dan menolak untuk menerima ajaran yang benar.

Perdebatan antara Nabi Ibrahim dan Raja Namrud juga terjadi ketika Nabi Ibrahim dan rakyat Babilonia datang ke istana untuk meminta makanan dari Raja Namrud. Meskipun dalam perdebatan itu Raja Namrud kalah, Nabi Ibrahim pulang dengan tangan hampa. Namun, Allah memberinya rezeki yang lebih baik dan berlimpah.

Raja Namrud akhirnya mendapatkan azab dari Allah, termasuk serangan pasukan lalat atau nyamuk yang menyebabkan penderitaan bagi dirinya dan pengikutnya. Ini adalah contoh yang sangat kuat tentang bagaimana Allah SWT melindungi para nabi-Nya dan menghukum orang-orang yang zalim.

“Semoga kita bisa meneladani keberanian Nabi Ibrahim dalam memerangi kemunkaran. Ketaqwaan dan keimanan Nabi Ibrahim menjadi nyala api yang membuat nya berani untuk memerangi yang bathil dan berjalan membela agama Allah,” pungkas Khofifah.(Yul)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *