SURABAYA, HKS-News.com – Dalam perencanaan wilayah, ketimpangan ekonomi menjadi salah satu tantangan dalam mewujudkan kemajuan dan kemandirian bangsa. Hal tersebut yang mendorong Guru Besar ke-209 Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Prof Dr Ir Eko Budi Santoso Lic Rer Reg mengkaji lebih dalam bidang ilmu perencanaan dan pengembangan ekonomi wilayah.
Dalam orasi ilmiahnya, Guru Besar Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) ITS itu menjelaskan bahwa perbedaan karakteristik wilayah dapat membuat suatu daerah berkembang lebih cepat dibanding yang lain. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat menimbulkan ketimpangan pada sektor ekonomi.
“Kondisi ekonomi yang berbeda ini biasanya membuat sumber daya manusia unggul hanya terpusat di daerah berkembang,” tambah Eko.
Menjawab tantangan tersebut, anggota peneliti Pusat Studi Potensi Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat (PDPM) ITS tersebut menggagas pendekatan Place-based Policy. Pendekatan ini menyesuaikan strategi pembangunan dengan karakteristik dan kebutuhan spesifik tiap daerah. Dengan berfokus pada pemanfaatan potensi lokal, tambahnya, perencanaan ekonomi dapat meningkatkan daya saing wilayah.
Eko menjelaskan bahwa pengukuran Indeks Daya Saing Daerah (IDSD) dilakukan dengan mengacu pada pengukuran indeks daya saing global atau Global Competitiveness Index (GCI). Pengukuran ini terdiri dari empat komponen pembentuk daya saing, yaitu lingkungan pendukung, sumber daya manusia, pasar dan ekosistem inovasi.
“Dari komponen tersebut, terdapat 12 pilar daya saing yang terbentuk untuk mengukur IDSD di Indonesia,” terang ayah dua putri tersebut.
Menurut Eko, pengukuran daya saing ekonomi akan efektif bila didukung oleh pendekatan berbasis data dan teknologi. Perkembangan teknologi digital mendukung pemanfaatan big data dan kecerdasan buatan untuk menganalisis kondisi ekonomi berdasarkan pilar daya saing wilayah. Dengan integrasi data dalam Sistem Informasi Geografis (SIG), perencana dapat memahami pola keruangan dan karakteristik ekonomi daerah secara komprehensif.
Lelaki berkacamata itu menuturkan bahwa dengan pengukuran dan evaluasi daya saing wilayah, perencana dapat mengembangkan pusat ekonomi lokal yang berkelanjutan. Pemilihan tema pengembangan wilayah harus sesuai dengan sektor unggulan wilayah tersebut.
“Wilayah yang unggul di sektor pertanian akan dikembangkan menjadi kawasan agropolitan, sementara sektor pariwisata, industri, dan sebagainya memiliki konsep berbeda,” paparnya.
Dengan penerapan berbagai disiplin ilmu, upaya peningkatan daya saing wilayah turut berkontribusi dalam pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs). Sinergi antara pilar daya saing wilayah dengan indikator SDGs mencakup 10 dari 17 tujuan pembangunan berkelanjutan, terutama pada aspek pertumbuhan ekonomi, pemerataan sosial, dan pelestarian lingkungan.
Terakhir, Eko berharap kolaborasi multipihak dapat membantu wilayah dengan ketimpangan ekonomi tinggi untuk mengejar ketertinggalan. Daerah dapat memanfaatkan sumber daya secara optimal guna meningkatkan kesejahteraan rakyat.
“Peningkatan daya saing wilayah ini akan menciptakan bangsa yang mandiri dan berdaya saing global,” ujarnya optimistis. (Wahyu)