SURABAYA, HKS-News.com – Penjabat (Pj.) Gubernur Jawa Timur Adhy Karyono memastikan bahwa Pemerintah Provinsi (Pemprov) berkomitmen penuh terhadap perlindungan perempuan dan anak di Jatim. Komitmen ini terbukti dengan turunnya kasus kekerasan perempuan dan anak di Jatim sebesar 30 persen dibandingkan dengan tahun lalu.

Hal tersebut disampaikan Pj. Gubernur Adhy saat menghadiri acara Diseminasi UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) di Hotel Harris Gubeng Surabaya, Jumat (8/11/2024).

Dalam acara yang turut dihadiri Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) RI Arifatul Choiri Fauzi tersebut, Pj. Gubernur Adhy mengatakan bahwa upaya perlindungan perempuan dan anak membutuhkan kolaborasi dan sinergi lintas sektor. Apalagi Jatim merupakan provinsi yang luas dengan 38 kab/kota.

“Perlindungan anak dan perempuan memang relatif menantang. Sebab, dengan 38 kabupaten/kota yang ada di Jatim, risiko disparitas menjadi sangat tinggi. Namun komitmen kami kuat, tentunya didukung dengan kolaborasi dan sinergi berbagai pihak,” katanya.

Adhy mengatakan, perlindungan perempuan dan anak yang selama ini diusahakan Pemerintah Provinsi Jawa Timur merupakan kolaborasi dan usaha bersama semua lapisan masyarakat. Terutama dengan kontribusi besar dari Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS).

“Teman-teman LKS di Jawa Timur betul-betul menjadi tumpuan bagi anak-anak kita dan para perempuan untuk bisa terlindungi dan mandiri. Karenanya kami ucapkan terima kasih berkat panjenengan semua, maka Jawa Timur anak-anaknya bisa terlindungi. Pemerintah tidak bisa berdiri sendiri tanpa partisipasi dukungan dari panjenengan semua,” katanya.

Menurutnya, perlindungan secara paripurna juga hanya bisa dicapai melalui sinergi antar kabupaten/kota. Adhy menyebut, semua daerah di Jawa Timur memiliki keinginan untuk bersama-sama menjadi kabupaten/kota layak anak.

Tidak hanya itu, Pemprov Jatim juga memiliki UPT Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) yang merupakan UPT paripurna yang tangkas tuntas dalam setiap kasus kekerasan. Ditambah, Jawa Timur juga memiliki jejaring pentahelix yang kuat.

Selain itu, Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (DP3AK) Prov. Jatim juga memiliki Pusat Pembelajaran Pemberdayaan Perempuan (Putaran), yang merupakan tempat perempuan belajar termasuk para ojek online perempuan dan perempuan rentan lainnya.

Berkat sinergitas tersebut, Jatim mengalami kenaikan Indeks Pembangunan Gender (IPG) dari 91,07 di tahun 2019 meningkat menjadi 92,15 tahun 2023. Dan Indeks Ketimpangan Gender dari 0,46 pada tahun 2021 menjadi 0,423 Tahun 2023.

“Tak hanya itu, Jawa Timur memperoleh penghargaan Anugerah Parahita Eka Praya atau APE lima kali berturut-turut. Saat ini Jatim juga telah memperoleh penghargaan Provinsi Layak Anak atau Provila,” terang Adhy.

Lebih lanjut, Adhy mengatakan, dengan kondisi sosial ekonomi dan perkembangan teknologi sekarang, maka beberapa kasus kekerasan semakin terkuak. Maka UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual sangat penting.

Untuk itu, Pj. Gubernur Adhy mengapresiasi usaha pemerintah pusat untuk mengedukasi seluruh masyarakat untuk bisa mengimplementasikan undang-undang ini dengan baik.

“Provinsi kami merupakan yang terbesar kedua. Insya Allah kami mampu untuk menampung korban kekerasan. Kami ingin melindungi warga kami dan kami mampu. Insya Allah, Bu Menteri tinggal perintahkan saja, nanti kami akan buatkan tempat perlindungan entah di wisma, hotel, pesantren, ataupun UPT kami,” katanya.

Sebagai informasi, dalam melakukan pemenuhan hak dan perlindungan anak dan perempuan, Jatim telah melakukan peningkatan kewaspadaan dalam penerbitan perpanjangan pendirian LKS dan pembinaan pengurus.

Sebanyak 30 UPT Dinas Sosial Jawa Timur siap menjadi tempat lanjutan perlindungan sosial anak dan perempuan korban kekerasan. Ini dibuktikan dengan adanya sekitar 20 anak korban kasus viral yang terlindungi di UPT Dinsos.

Sementara itu, Menteri PPPA Arifatul Choiri Fauzi mengatakan bahwa sesuai dengan amanat UUD 1945, negara bertanggung jawab untuk memberikan rasa aman kepada setiap warganya, terutama kepada perempuan dan anak serta kelompok rentan lainnya.

Oleh karena itu, negara wajib melindungi warganya dari segala bentuk kekerasan termasuk kekerasan seksual yang merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia.

“Saya mengajak semua pihak termasuk masyarakat untuk berani melaporkan setiap kasus kekerasan baik melalui layanan Sahabat Perempuan dan Anak atau SAPA ke 129,” kata dia.

“Masyarakat juga bisa datang ke UPT PPPA untuk mendapatkan dukungan yang layak. Ini kita lakukan guna menciptakan lingkungan yang lebih aman dan melindungi anak serta perempuan kita dari kekerasan seksual,” pungkasnya. (Wahyu)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *