SURABAYA, HKS-News.com – Kabar baik datang dari Alumni Universitas Airlangga (UNAIR). Kali ini, alumni Unair berhasil meraih beasiswa bergengsi dalam program Australia Awards Scholarship (AAS). Adapun ketiga peraih beasiswa ini adalah Alifina ‘Izza SKeb Bd, apt Muhammad Buchari Sulaiman Qoudry SFarm, dan dr Alfian Nurfaizi.

Australia Awards Scholarship (AAS) adalah program beasiswa yang ditawarkan oleh pemerintah Australia untuk studi S2 dan S3. Pada tahun ini, ada 5.502 pendaftar AAS. Sementara yang berhasil menjadi awardee hanya 167 orang. Artinya, tingkat peluang lolosnya hanya berkisar 3,04%.

Menurut Alifina program beasiswa AAS sangat mendukung penerima beasiswa. Ia berkata bahwa AAS memberi pendampingan selama studi serta dukungan pasca-studi agar penerima beasiswa dapat memberi kontribusi memaksimalkan dalam pembangunan negaranya setelah kembali ke tanah air. Hal tersebut yang mendasari Alifina untuk mendaftar pada program beasiswa ini.

“AAS memberikan kesempatan untuk belajar di Australia, yang dikenal memiliki sistem pendidikan berkualitas tinggi, serta membuka akses ke jejaring global yang sangat berharga bagi pengembangan karier dan peluang kolaborasi internasional,” imbuhnya.

Kontribusi untuk Tanah Air

Alifina ingin memanfaatkan semua kesempatan belajar yang akan ia dapat nantinya. Ia berencana untuk berpartisipasi dalam magang sampai mengikuti proyek penelitian. Alfina juga mendapat kesempatan untuk mengikuti proses klinis pada program studi yang ia ikuti. Artinya, ia dapat bertemu langsung dengan bidan di Australia dan berinteraksi secara langsung dengan pasien di sana.

Selain itu, Alifina juga berencana untuk mendalami implementasi Good Manufacturing Practice (GMP) di Australia. Khususnya di bidang proses pembuatan obat turunan plasma darah. Ia ingin mendalaminya karena masih minimnya obat turunan plasma yang Indonesia produksi sehingga terdapat ketergantungan dengan bahan impor. Melalui bekal ini, Alifina berharap dapat memberikan kontribusi di bidang kesehatan ketika kembali di tanah air.

“Setelah studi saya akan kembali ke instansi saya di Badan POM RI untuk membantu PMI NTT untuk mendapatkan sertifikat GMP, sehingga dapat memproduksi plasma darah sebagai bahan baku untuk produk turunan plasma. Selain itu, saya akan membantu institusi untuk mendampingi knowledge transfer dan technology transfer untuk industri fraksinasi plasma pertama di Indonesia yang akan selesai dibangun pada tahun 2027,” paparnya. (Wahyu)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *