SURABAYA, HKS-News.com – Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menunjukkan kontribusinya dalam perkembangan teknologi di bidang kesehatan. Kali ini, tim mahasiswa ITS bernama We CAN berhasil menggagas sebuah aplikasi kesehatan bertajuk VisMoIR, yakni aplikasi pendeteksi tanda vital tubuh non-kontak yang memanfaatkan sinar inframerah sebagai sumber informasinya.
Ketua tim We CAN Anadya Ghina Salsabila mengungkapkan bahwa latar belakang dari inovasi ini adalah untuk membantu mendeteksi tanda vital. Seperti detak jantung, laju pernapasan, dan suhu tubuh yang sering kali tidak bisa dilakukan secara menyeluruh akibat keterbatasan sumber daya dan waktu.
Berangkat dari permasalahan tersebut, perempuan yang akrab disapa Nadya bersama kedua rekannya menginovasikan aplikasi pencitraan termal untuk mendeteksi vital tubuh. Aplikasi tersebut berupa kamera citra termal yang dapat mendeteksi radiasi inframerah dari suatu objek. Selanjutnya, radiasi tersebut diubah menjadi suhu dan divisualisasikan dalam bentuk citra termal.
“Kamera ini dapat mendeteksi perubahan suhu tubuh secara real time,” jelasnya.
Cara kerja inovasi ini memiliki beberapa tahapan, yaitu akuisisi data, deteksi Region of Interest (ROI), ekstraksi sinyal, dan adaptive spatio-temporal filtering, serta deteksi tanda vital. Mahasiswa Departemen Teknik Biomedik itu menjelaskan, proses akuisisi data dilakukan dengan merekam video termal yang terbatas di wajah subjek selama 60 detik di ruangan bersuhu normal. Selanjutnya, data pada video tersebut akan diolah pada proses ROI.
Lebih lanjut, Nadya memaparkan, terdapat dua jenis ROI yang dideteksi, yaitu ROI wajah untuk mendeteksi suhu tubuh dan detak jantung, serta ROI hidung untuk mendeteksi laju pernapasan. ROI wajah dideteksi dengan cara memisahkan area wajah dari background noise yang ada pada citra termal. Setelahnya, dilakukan konversi suhu di setiap piksel untuk mendeteksi suhu tubuh, utamanya pada area dalam mata.
“Area ini dipilih karena sering dijadikan referensi untuk suhu tubuh,” terangnya.
Sementara itu, deteksi ROI hidung dilakukan dengan bantuan algoritma Haar Cascade. Algoritma ini bekerja dengan memfokuskan deteksi pada area hidung dengan bantuan Region of Measurement (ROM) khususnya lubang hidung. Setelah area ROM terdeteksi, selanjutnya dilakukan ekstraksi sinyal sesuai dengan nilai parameter pada sistem. Dari hasil ROI hidung dan ROI wajah tersebut akan dikonversikan menjadi sinyal detak jantung yang di-plot terhadap satuan waktu.
Nadya menambahkan bahwa untuk memaksimalkan kerja dari kamera tersebut, dikembangkan juga algoritma baru yaitu adaptive spatio-temporal filtering. Algoritma tersebut merupakan suatu metode pengolahan sinyal untuk meningkatkan kualitas gambar dan video dengan cara menghilangkan noise yang tidak diinginkan. Algoritma ini kemudian diintegrasikan dengan machine learning XGBoost dalam memproses data setiap tanda vital.
Berdasarkan hasil uji coba, Nadya memaparkan tingkat keakuratan kamera ini menunjukkan persentase angka yang tinggi. Yakni untuk suhu tubuh mencapai angka 99,57 persen, laju pernapasan 95,35 persen, dan detak jantung 98,71 persen dari indeks Complement of The Absolute Normalized Difference (CAND). Tingginya akurasi ini mengindikasikan potensi besar kamera termal menjadi alat skrining kesehatan yang efektif.
Tim WE CAN yang juga beranggotakan Nadiya Azka dan Michelle Casey ini telah berhasil meraih medali emas dalam ajang Gemastik XVII tahun 2024 kategori Karya Tulis Ilmiah (KTI), beberapa waktu lalu.
“Harapannya, inovasi ini dapat bermanfaat di bidang kesehatan, terutama dalam meningkatkan efisiensi pelayanan kesehatan,” tutup mahasiswa angkatan 2020 itu penuh harap. (Wahyu)