Muhammad Naufal Luthviansyah tengah menjalani program belajar di Michigan State University AS. Dia berharap, apa yang didapatnya bisa menjadi bekal dan diterapkan sesuai konteks di Indonesia.

SURABAYA, HKS-News.com — Hidup tidak hanya cukup memiliki cita-cita, tetapi juga perlu berjuang untuk mewujudkan apa yang sudah dicita-citakan. Itulah, kalimat yang memotivasi Muhammad Naufal Luthviansyah sehingga dia bisa menginjakkan kakinya di Amerika Serikat.

Mahasiswa Prodi S-1 Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Bahasa dan Seni, UNESA itu tengah menjalani program belajar (Agustus-Desember 2024) di Michigan State University melalui IISMA-Co Funding.

“Saya bisa sampai di sini, karena terinspirasi dari perkataan kakek, agar saya tidak hanya bermimpi, tetapi juga perlu berjuang mewujudkannya. Saya punya mimpi belajar di luar negeri dan saya kejar melalui berbagai persiapan, sampai itu benar-benar terwujud sekarang melalui IISMA-Co,” ucap mahasiswa asal Pacet, Mojokerto itu.

Untuk bisa lolos program tersebut, apalagi tembus di kampus ternama di United State of America (USA) sudah barang tentu membutuhkan effort yang tidak mudah. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi Naufal, salah satunya syarat kemampuan bahasa Inggris yang dibuktikan dengan sertifikat TOEFL atau Duolingo.

Pada awal-awalnya, Naufal mengira program IISMA bisa menggunakan sertifikat kemampuan bahasa Inggris berupa Test of English Proficiency (TEP). Ternyata, tidak bisa. Akhirnya, dia fokus latihan rutin. Setelah dirasa siap, dia mengambil tes Duolingo untuk pertama kalinya, dan skor yang diperolehnya bisa digunakan untuk mendaftar IISMA-Co.

“Selain persiapan, tantangan yang berat waktu itu ialah harus bolak-balik mengurus berkas pendaftaran, sementara saya sedang menjalani KKN di Jombang. Jadi, Jombang-Surabaya. Karena saya sudah tinggal di Sidoarjo, jadinya bolak balik tiga daerah itu demi IISMA,” kata Naufal.

Kesan dan Culture Shock

Perjuangannya itu terbayar lunas setelah namanya masuk di daftar peserta yang lolos IISMA-Co 2024. Terlebih setelah dia merasakan cuaca di negeri empat musim itu. Kesan pertama saat sampai di USA yaitu terpukau dengan penduduknya yang ramai dan aktif berkegiatan, termasuk di kampus tempatnya belajar.

“Para pelajar di sini sangat aktif dari segi komunitas maupun kegiatan pribadinya masing masing. Dari aku sendiri, agak hectic jadinya. Karena tidak menyangka di tempat ini bakalan banyak kegiatan juga secara pribadi maupun dari pihak IISMA, salah satu kegiatan awal yang saya ikuti yaitu olahraga dan mengunjungi bazar Meijer Fan Fest,” ucapnya.

Dia merasa terkesan dengan sistem perkuliahan dan sarpras di tempatnya kuliah, sistem pembelajaran terintegrasi dengan teknologi. Selain ada LCD proyektor, juga terdapat kamera, microphone, dan alat yang dibutuhkan dalam pembelajaran luring dan daring lainnya.

Selama di sana, Naufal mempelajari beberapa mata kuliah, salah satunya Social Inequality, pembelajaran yang membahas tentang ketidakadilan sosial dari strata penduduk, perbandingan kelas ekonomi, serta faktor yang membentuk ketidakadilan dalam sosial.

Selain itu, juga belajar 2 mata kuliah konsentrasi pendidikan yang meliputi, pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran dan penggunaan waktu akhir untuk refleksi. Pun ada 2 mata kuliah linguistik yaitu: linguistik structure dan introduction to phonetic. Dan ada 1 mata kuliah psikologi yaitu mata kuliah yang berhubungan dengan cara belajar pada anak, dan sisanya adalah mata kuliah pembelajaran psikologi dan mata kuliah sosiologi.

Selama di sana, Naufal mengalami beberapa culture shock seperti dari aspek pakaian. Ternyata, mahasiswa di sana tidak diharuskan menggunakan pakaian formal seperti pada sistem perkuliahan kebanyakan di Indonesia. Pun, dalam komunikasi antara dosen dan mahasiswa cenderung setara. Tidak ada panggilan ms, mrs atau doktor atau prof. Tidak ada sekat itu dalam komunikasi, sehingga suasana komunikasi mahasiswa dan dosen lebih mengalir.

“Apa yang saya dapat di sini semoga bisa diterapkan ketika sudah menjadi guru nantinya. Semoga setelah saya lulus IISMA ilmu saya bisa saya kembangkan sesuai dengan penerapannya dan kondisinya di Indonesia,” ujar mahasiswa yang aktif menjadi panitia kegiatan Himpunan Mahasiswa dan English Volley ball Club itu. (Wahyu)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *