JAKARTA, HKS-News.com-
Konflik PBNU dengan PKB tampaknya semakin meruncing. Kedua belah pihak tampak berupaya saling meniadakan.
Karena itu, perlu ada pihak ketiga untuk menengahinya.
Pihak ketiga itu sebaiknya berasal dari internal Nahdlatul Ulama (NU). Sebab, konflik PBNU dan PKB sama-sama bagian dari NU.
Di NU pada umumnya sangat menghormati kyai. Kyai yang paling dihormati pastinya Kyai Khos. Hal itu sudah berlangsung sejak Abdurrahman Wahid (Gus Dur) memimpin NU.
Kyai Khos itu Kyai kharismatik yang sangat dihormati di NU. Karena itu, siapa pun yang mengaku warga NU tentulah akan sangat menghormati Kyai Khos.
Karena itu, Kyai Khos perlu turun gunung untuk meredakan konflik PBNU dan PKB. Dua kubu ini diharapkan akan mendengarkan dan mengaminkan pendapat Kyai Khos.
Kalau itu dilakukan, maka penyelesaian konflik PBNU dan PKB cukup dijembatani oleh Kyai Khos. Para Kyai Khos ini akan lebih adil dan bijaksana dalam mencarikan solusi atas konflik PBNU dan PKB.
Berbeda halnya bila konflik PBNU dan PKB ditengahi oleh Presiden Joko Widodo. Nuansa politis akan menjadi lebih dominan. Hal itu tentunya akan berpeluang mendapatkan penolakan dari salah satu kubu.
Apalagi kesannya PBNU dinilai lebih dekat dengan pemerintah, khususnya Jokowi. Hal itu tentunya tak memadai untuk jadi penengah. Peluang ditolak, khususnya oleh PKB, akan lebih besar.
Jadi, Jokowi idealnya tak perlu terlibat dalam konflik PBNU dan PKB. Biarkan Kyai Khos menyelesaikan konflik tersebut secara netral, adil, dan bijaksana.
Konflik PBNU dan PKB memang harus segera diselesaikan secara adil dan bijaksana. Sebab, kalau hal itu berlarut-larut dapat menggoyahkan stabilitas politik nasional.
PBNU sebagai ormas terbesar di Indonesia dan PKB partai kempat terbesar di tanah air, tentu sangat berbahaya bila terus menerus berkonflik. Konflik ini tentu dapat melemahkan PBNU dan PKB di masa mendatang.
Imbasnya tentu dapat berpengaruh pada politik Islam di Indonesia. Padahal, Islam selama ini sangat mendominasi dinamika politik di tanah air.
Karena itu, kalau hubungan PBNU dan PKB tidak sehat, tentu berpeluang juga akan menular pada politik nasional. Hal itu tentu tidak dikehendaki karena mengganggu stabilitas politik nasional.
M. Jamiluddin Ritonga
Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul
Mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta.(Yul)