SURABAYA, HKS-News.com – Universitas Airlangga (Unair) Surabaya menggelar acara spektakuler bertajuk ICAS-13, yang melibatkan 66 negara se-Asia. Acara berlangsung dari Sabtu, 27 Juli hingga Kamis, 1 Agustus 2024.

Sebagai penutup di hari terakhir, salah satu pembahasan dalam International Convention of Asian Scholars (ICAS-13) adalah
Strategic roundtable: A Roadmap for Grounding soils in Southeast Asia.

Acara ini menghadirkan Dimas Dwi Laksmana – Universitas Indonesia, Indonesia Huiying Ng – Rachel Carson Center for Environment and Society, Ludwig-Maximillians University, Germany

“Sebenarnya yang coba kami angkat berkaitan dengan tanah. Tanah itu bisa dilihat dari perspektif yang berbeda-beda ya, walaupun sejauh ini kebanyakan tanah itu biasanya sebagai sumber nutrisi. Misalnya untuk tanaman. Tapi dari kegiatan ini kami melihat bahwa sebenarnya tanah itu juga berkaitan dengan budaya,” terang Dimas Dwi Laksmana, peserta ICAS-13 dari Universitas Indonesia.

Dimas menegaskan, melalui forum ICAS-13 ini, pihaknya bisa memberikan wacana bagaimana manusia harus menjaga tanah. Ada timbal balik ketika kentur tanah bisa terjaga dengan baik.

“Bagaimana tanah juga bisa menjaga kita. Jadi sebenarnya perspektif saya cenderung mereduksi tanah hanya sebagai sumber nutrisi, itu saya pikir kurang bisa atau kurang pas ya untuk memahami beberapa kompleksnya isu yang berkaitan dengan tanah. Karena itu kami mengundang bukan hanya peneliti ahli tanah, tapi juga ilmuwan, Ilmu Sosial dan praktisi seni serta aktivis,” sambungnya.

Menurut Dimas, yang pertama adalah bagaimana sebenarnya banyak yang diskusi harus menjaga tanah, misalkan saja tadi dari pertanian dan hutan, bagaimana pentingnya mengembalikan bahan-bahan organik ke tanah.

“Tapi sebenarnya cara itu juga bisa menjaga kita, misalkan saja yaitu membawa beberapa jenis mineral yang berbeda di mana mineral itu sebenarnya punya karakteristik yang berbeda, ketika dibalurkan di kulit bisa jadi masker muka dan badan. Tanah jenis tertentu itu baik untuk mengurangi kandungan minyak di kulit,” tukasnya.

Dari diskusi tersebut, sebenarnya ini menunjukkan bahwa tanah dan manusia itu sangat terikat ya, sehingga relasi yang menjaga itu bukan hanya manusia, tapi tanah juga bisa menjaga manusia.

Dimas menyebutkan di desa Jatiwangi Jawa Barat, kandungan tanah liatnya banyak itu untuk industri-industri produk gerabah yang menggunakan tanah liat. Seperti pembuatan genteng, pot bunga, souvernir cantik, pada saat sama adanya laju industrialisasi global, di mana ada kebutuhan akan tanah di sana untuk industri-industri tersebut yang bisa mensejahterakan masyarakat setempat.

“Saya kira ICAS-13 ini acara yang sangat menarik ya, karena walaupun di konferensi-konferensi lain itu kan sudah banyak, tapi sepertinya dari ICAS-13 ini mereka serius untuk mendorong pihak-pihak yang tertarik untuk menggunakan workshop itu dengan cara yang dihubungkan dengan logo organizer saya. Jadi misalkan dengan melibatkan masyarakat sekitar itu saya pikir sangat penting untuk didorong, sehingga harapan ke depannya konferensi akademik itu kesannya bukan hanya eksklusif atau tertutup, tapi juga mungkin dari pihak luar pun yang tidak secara resmi mendaftar bisa ikut terlibat. Misalkan kegiatan kami itu bisa disaksikan oleh warga lokal dan mereka tidak harus membayar, tetapi gratis,” pungkasnya.(Wahyu)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *