SURABAYA, HKS-News.com – Tuberculosis (TBC) merupakan salah satu penyakit menular yang harus diwaspadai. Pasalnya, penyakit ini dapat berakibat fatal jika tidak mendapat penanganan yang tepat. Menyikapi hal tersebut, Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga (RSTKA) melakukan sebuah upaya untuk menanggulangi penyakit TBC. Upaya ini menyasar Pulau Kangean, Kabupaten Sumenep.

Realisasi upaya tersebut digelar melalui kegiatan Bhakti RSTKA 2024 “Pulau Bebas TBC”. Pembukaan kegiatan yang berkolaborasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Sumenep itu berlangsung di Kecamatan Arjasa, Pulau Kangean, Kabupaten Sumenep pada Jumat (31/5/2024).

Dalam kesempatan itu, hadir dr Arif Bakhtiar, SpP(K) FAPSR, Staf RSUD dr Soetomo. Ia menjelaskan seputar TBC dan penularannya. TBC, kata dr Arif, salah satu penularannya adalah bisa melalui batuk. “Kondisi pertama yang harus diwaspadai saat terjadinya TBC adalah batuk. Bisa jadi cara penularannya adalah dari kondisi anggota keluarga yang memiliki batuk berkepanjangan,” terangnya.

Hadir pula Direktur RSTKA, dr Agus Harianto SpB. Ia mengatakan bahwa pada tahun ini, RSTKA mengangkat tema “Cinta Putih” yang bermaksud dapat melayani dengan penuh kasih dan hormat. “Pada intinya kami akan melakukan pelayanan kepada pasien secara penuh kasih dan hormat,” ujar dr Agus.

Strategi Pentahelix

Lebih lanjut, dr Agus menuturkan bahwa RSTKA tidak berjalan sendirian, melainkan menggandeng berbagai pihak dengan strategi pentahelix. Strategi ini melibatkan peran pemerintah, tokoh masyarakat, tenaga pengajar, pengusaha, dan jurnalis untuk mengatasi TBC. “Pentahelix tidak hanya mengandalkan satu tenaga kesehatan saja, sehingga tercipta sebuah tali yang kuat harus melibatkan berbagai pihak,” jelas dr Agus.

Hal yang bisa dilakukan oleh melalui strategi pentahelix adalah dengan membangun tracing pasien. Menurut dr Agus, biasanya untuk menangani satu pasien bisa melibatkan banyak pihak. “Pendampingan juga perlu dilakukan untuk mengawasi pasien yang terjangkit TBC. Selain itu, kita juga perlu melakukan sosialisasi terkait pola hidup untuk mencegah penularan TBC,” imbuhnya.

Program Isolasi Mandiri

Salah satu upaya untuk mencegah penularan TBC adalah program isolasi mandiri. Program isolasi mandiri yang produktif ini, imbuh dr Agus, merupakan sebuah program yang sedang dilakukan uji coba. Jika program ini berhasil, maka akan membawa hasil yang besar. “Saat masyarakat melakukan isolasi mandiri yang produktif, mereka akan dapat menurunkan resiko penularan TBC,” lanjutnya.

Ia menambahkan, dengan melakukan isolasi mandiri, pasien terutama laki laki akan memiliki aktualisasi diri. Dengan harapan, pasien tidak akan menganggap penyakit sebagai sebuah musibah atau aib.

Selain itu, dr Agus juga menegaskan agar seluruh elemen dapat saling membantu dalam pengembangan usaha yang cocok untuk pasien TBC dengan sedikit kontak fisik. “Kita harus sama-sama memikirkan bagaimana cara yang cocok untuk mengembangkan usaha untuk pasien,” tegasnya. (Wahyu)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *