SURABAYA, HKS-News.com|
Kitab suci Al-Qur’an merupakan mukjizat yang bisa didekati, dipahami, dan dibaca dengan berbagai cara, salah satunya melalui bahasa isyarat. Hal itu bisa dilihat dalam ‘Ngaji Bahasa Isyarat’ yang diselenggarakan Pusat Unggulan Ilmu Disabilitas (PUID) bersama Komunitas Tuli UNESA atau Kotunesa pada Jumat, 22 Maret 2024.

Kegiatan yang merupakan bagian dari Program Ramadan PUID Unesa yang berlangsung di Gedung Unit Layanan Anak Berkebutuhan Khusus (ULABK) Kampus 2 Lidah Wetan ini merupakan kegiatan perdana yang rutin setiap pekan selama Ramadan. Dimulai sejak Jumat, 8 Maret hingga Kamis, 28 Maret 2024. Pengajar program ini dari Rumah Qur’an Sahabat Tuli (RQST).

Ketua Kotunesa, Moch. Fadillah Akbar mengatakan bahwa kegiatan ini difasilitasi Direktorat Disabilitas Unesa, dihadiri para mahasiswa tuli Unesa dan sejumlah volunteer. Baginya, kegiatan ini sebagai bagian dari upaya bersama untuk mempelajari dan memahami Al-Qur’an sebagai pedoman hidup manusia.

Panitia atau penyelenggara bersama peserta kegiatan Ngaji Bahasa Isyarat di ULABK Unesa

“Kegiatan ini difasilitasi Bapak Wagino (Direktur Disabilitas, red) dan Bapak Acep Ovel Novari Beny (Kasi Layanan dan Usaha, red). Tujuan kami untuk memberikan pengalaman dan pemahaman membaca Al-Qur’an menggunakan bahasa isyarat bersama teman-teman tuli Unesa, serta sebagai media mencari keberkahan di bulan suci Ramadan,” ucap Moch. Fadillah Akbar.

Selain itu, juga untuk memperkenalkan media membaca Al-Qur’an menggunakan Bahasa Isyarat kepada para volunter Direktorat Disabilitas Unesa serta mahasiswa Pendidikan Luar Biasa (PLB) agar dapat mengajarkan cara membaca Al-Qur’an menggunakan bahasa isyarat kepada anak didiknya kelak.

Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan dapat menambah pemahaman teman tuli terkait agama dan tata cara membaca Al-Qur’an menggunakan bahasa isyarat yang sesuai dengan tata cara dan kaidahnya.

Kegiatan ini juga sebagai gerakan awal untuk mensosialisasikan kegiatan dan program, sehingga hasil dari pergerakan ini dapat tercipta lingkungan kampus yang ramah disabilitas, tidak hanya dari aspek infrastruktur, tetapi juga dari berbagai aspek yang lebih komprehensif.(Wahyu)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *