SURABAYA, HKS-News.com|

Penyanyi kondang asal Amerika Serikat Taylor Swift sukses menggelar tur Asia di Singapore pekan lalu. Bagi para Swifties, sebutan penggemar Taylor Swift, momen merasakan kemeriahan konser dan bertemu langsung sang idola adalah pengalaman yang sulit dilupakan. 

Tidak sedikit penonton konser atau penggemar yang mengalami guncangan psikologis, sedih atau merasa hampa, setelah konser berakhir. Pakar Psikologi Unair Atika Dian Ariana MSc  MPsi  Psikolog menjelaskan bahwa peristiwa itu disebut dengan post concert depression (PCD). PCD merupakan bentuk dari luapan emosi yang terasa secara melankolis dan menimbulkan kesedihan yang mendalam seusai konser.

“Namun, perlu digarisbawahi perasaan tersebut secara diagnosis bukanlah tergolong gangguan mental. Namun, hal ini bukanlah hal remeh dan harus mendapat perhatian dengan baik karena akan berdampak pada keberlangsungan hidup sehari-hari,” tuturnya. 

Penyebab

Atika menerangkan, post concert depression dapat terjadi karena adanya ekspektasi yang luar biasa yang terbentuk sebelum konser berlangsung. Umumnya, mereka sebagai penonton dan penggemar memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap konser tersebut dan merencanakan hal bahagia selama konser tersebut berlangsung. 

Luapan emosi dan perasaan bahagia terluapkan saat konser, ditambah ekspektasi tinggi yang mereka bentuk sebelum konser terbayar dengan lunas. Namun, luapan emosi tersebut menjadi faktor pemicu terjadinya post concert depression pada penonton dan penggemar. 

“Rasa bahagia yang dirasakan tidak dapat diungkapkan, terutama konser tersebut merupakan hal yang dinanti sejak lama. Namun, setelah konser itu berakhir mereka mengalami perubahan suasana yang ekstrim. Mereka harus kembali pada aktivitas sehari-hari yang tak seindah saat konser itu berlangsung,” imbuhnya. 

Ia menambahkan, faktor lainnya yang dapat memicu terjadinya post concert depression yakni kehidupan pasca-pandemi yang terjadi tiga tahun yang lalu. Masa pandemi menyebabkan mobilitas kehidupan terbatas, terutama menonton konser. Konser tersebut menjadi momen yang paling dinanti setelah kehidupan pasca pandemi. 

Gejala

Pakar Psikologi Unair itu menerangkan, salah satu gejala yang nampak pada orang dengan post concert depression adalah pikiran negatif, perasaan sedih yang mendalam, dan susah move on dari suasana konser. Susah move on itu menyebabkan rasa ingin kembali lagi pada konser tersebut. 

“Bahkan beberapa penggemar yang mengalami susah move on ini rela mengikuti tur di negara lainnya untuk merasakan vibes yang sama. Terkadang, ditambah adanya rasa kecemasan atau anxiety bahwa konser tersebut tidak dapat terulang kembali didalam hidupnya,” sambungnya. 

Bukan hanya itu, mereka akan memiliki kecenderungan untuk mengulang-ulang tayangan konser melalui ponsel dan menceritakan momen bahagia secara terus-menerus. Peristiwa tersebut merupakan hal yang tidak baik karena akan menimbulkan perasaaan tiada hal yang penting selain konser tersebut. 

Berdamai Dengan Keadaan

Atika menyebut penanganan orang dengan post concert depression sama dengan penanganan kasus depresi. Salah satunya, berinteraksi dengan orang sekitar di lingkungan kita. Hal itu membantu orang tersebut untuk kembali pada kehidupan nyatanya. 

Tak lupa, Atika mengimbau untuk membentuk pola hidup yang sehat kembali. Mulai mengatur jadwal istirahat, pola makan, dan pikiran. Selain itu merancang aktivitas perlu dilakukan untuk meningkatkan sense atas kehidupan yang nyata. 

“Pada prinsipnya, seluruh yang terjadi pada kehidupan kita sifatnya come and go. Hal itu bisa datang kapanpun dan juga bisa pergi kapanpun. Namun, perlu diingat hidup tidak stagnan harus dijalankan kembali dan terus melangkah sekaligus membuat langkah selanjutnya yang harus dilakukan,” tegasnya.(Yul)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *