SURABAYA, HKS-News.com|
Indonesia memiliki potensi alam yang sangat besar untuk berkembang sebagai sumber Energi Baru Terbarukan (EBT). EBT merupakan sumber energi yang dapat diperbarui secara terus-menerus, dengan mengandalkan sumber dari energi angin, surya, hidro, biomassa, hingga geotermal.
Tak heran jika beberapa daerah yang berpotensi memanfaatkan EBT di Indonesia saling berlomba untuk menerapkannya, seperti halnya Nusa Penida. Pemerintah Bali mencanangkan akan mengejar target Net Zero Emission (NZE) pada 2045 dan akan menerapkan 100 persen EBT pada 2030.
Energi Ramah dengan Tantangannya
Menanggapi isu tersebut, Prisma Megantoro ST MEng, ahli energi baru terbarukan dari Universitas Airlangga (Unair), menyampaikan pandangannya. Menurutnya, EBT memiliki potensi manfaat yang sangat luar biasa.
“Energi terbarukan ini bersumber dari energi yang bersih, tidak ada pembakaran seperti diesel atau batu bara. EBT terkenal akan sifatnya sebagai energi bersih dan ramah lingkungan, sebab dapat bersumber dari cahaya matahari, pergerakan angin, siklus air, juga geotermal,” terang dosen teknik elektro Unair itu.
Menurut Prisma, dengan memanfaatkan EBT sebagai energi listrik, tentunya dapat mengurangi beban pembangkit listrik yang selama ini menggunakan energi dari fosil atau batu bara. Pada kenyataannya, EBT sangat potensial untuk diterapkan di Indonesia, termasuk Nusa Penida, Bali.
“Namun, Indonesia juga memiliki tantangan dalam penerapan EBT. Hal tersebut berdasar pada topologinya yang bervariatif, dengan belasan ribu pulau di Indonesia. Adanya dataran tinggi dan rendah juga menyebabkan sulit-sulit gampang dalam menerapkannya. Terlebih aksesibilitas antara perkotaan dan perdesaan juga berbeda,” ucap Prisma.
Potensi Energi
Potensi energi yang tergolong tinggi di Indonesia masih belum merata. Seperti halnya energi angin yang berpotensi tinggi hanya di wilayah Pulau Jawa bagian Selatan, berdekatan dengan Samudera Hindia lurus ke Timur hingga Nusa Tenggara Timur, Bali, dan Sulawesi.
Sedangkan potensi energi yang menggunakan air masih terbatas, seperti di Kalimantan, Sumatera, dan Papua.
“Nusa Penida masih berada di wilayah Selatan Indonesia dan masih terlewati oleh angin muson barat dan timur. Potensial angin di wilayah tersebut termasuk tinggi, demikian dengan potensi suryanya. Kalau berbicara tentang Net Zero Emission (NZE), itu tergantung pada penerapan teknologi pembangkit listrik di lokasi tersebut. Juga bergantung pada distribusi dan akomodasinya. Setelahnya, baru dapat mendukung NZE,” tukas Prisma.
Dosen yang sering terjun dalam pengabdian masyarakat terkait energi terbarukan tersebut, menyampaikan bahwa memungkinkan terjadinya penerapan EBT hingga 100 persen di Nusa Penida. Namun, butuh waktu 15 hingga 20 tahun untuk dapat diterapkan, sehingga tidak membutuhkan energi diesel lagi.(Yul)