SURABAYA, HKS-News.com|

Minyak kelapa sawit atau yang lebih dikenal dengan Crude Palm Oil (CPO) merupakan jenis minyak nabati kaya manfaat sekaligus bahan dasar minyak goreng. CPO juga salah satu komoditas pertanian di Indonesia yang sangat mudah ditemui. 

Secara umum, pembuatannya melalui beberapa tahap yang terdiri dari penerimaan dan penyortiran buah sawit, sterilisasi, perontokan, penghancuran, pemurnian, hingga penyimpanan.

Bahan Bakar

Dalam proses pembuatan CPO, tidak terlepas dari penggunaan bahan bakar. Jenis bahan bakar yang umum terpakai adalah bahan bakar fosil seperti batu bara, gas alam, atau minyak solar. Namun, belakangan ini, muncul suatu fenomena penggunaan Uang Tak Layak Edar (UTLE) sebagai bahan bakar dalam pengolahan minyak kelapa sawit.

Menyikapi hal tersebut, Ahli Nanomaterial Universitas Airlangga (Unair), Tahta Amrillah SSi Msc PhD menyampaikan tanggapannya. Menurutnya, pemanfaatan UTLE sebagai bahan bakar memiliki kaitan dengan fisika terkondensasi. 

“Ketika kita membakar sesuatu, akan dihasilkan karbon. Karbon ini dapat berubah menjadi grafit, yaitu material dengan struktur berlapis-lapis yang dapat dipisahkan menjadi grafin. Karbon yang menguap akan berubah menjadi gas karbon dioksida (CO2). Dan seperti yang kita ketahui, gas karbon dioksida memiliki dampak yang sangat berbahaya bagi lingkungan,” jelas dosen rekayasa nanoteknologi tersebut.

Menurut Tahta, penggunaan UTLE dalam pembuatan CPO memiliki potensi positif dan negatif. Hal tersebut harus dapat menjadi pertimbangan dalam penggunaannya. 

Positifnya, limbah uang kertas dapat mengurangi biaya produksi dan emisi karbon dari bahan bakar fosil. Selain itu, limbah uang kertas yang sebelumnya terbuang sia-sia dapat dimanfaatkan kembali.

Pertimbangkan Dampaknya

Tahta tidak setuju dengan beberapa sumber yang mengatakan bahwa penggunaan limbah uang sebagai bahan bakar CPO secara efisien dan efektif mendukung pembangunan rendah karbon. Justru, material tersebut banyak memiliki dampak negatif terhadap lingkungan.

“Namun, dampak negatifnya akan menghasilkan gas karbon dioksida yang berkontribusi pada efek rumah kaca dan pemanasan global. Tingginya kadar CO2 dapat merusak lapisan ozon, yang dengan demikian dapat membiarkan radiasi ultraviolet yang berbahaya masuk ke bumi. Selain itu, paparan radiasi ultraviolet yang berlebihan dapat menyebabkan kanker kulit,” ucap Tahta.

Penggunaan bahan bakar berperan krusial dalam membentuk kualitas produk, tergantung pada suhu selama proses produksinya. Dalam bidang nanomaterial, suhu menjadi salah satu parameter penting. Keakuratan dan konsistensi suhu dalam proses produksi juga berdampak langsung pada sifat dan hasil akhir produk.

“Semua itu memiliki sisi positif dan negatif. Yang paling penting adalah bagaimana kita memanfaatkan aspek positif yang ada. Kita perlu berfokus pada cara meningkatkan hal-hal positif tersebut dan memaksimalkan potensi positif dari setiap kejadian yang terjadi,” pungkasnya. (yul)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *