SURABAYA, HKS-News.com|
STB baru saja sampai rumah. Saat itu 12 Desember 2023 pukul 08.00-09.00 WIB pagi. Tiba-tiba ia mendapat telepon dari orang tak dikenal yang mengaku sebagai petugas pos.
Penelepon menyatakan ada kiriman dari STB dengan alamat Palembang ke alamat I Made di Bali. Kiriman itu berupa tabungan dan ATM milik korban disertai identitas diri.
Oknum petugas pos mengatakan bahwa I Made sedang terlibat kejahatan dan saat digeledah ditemukan KTP dan rekening atas nama STB. Ia menakut-nakuti jika STB berpotensi terlibat pencucian uang.
Mendengar penjelasan itu, STB pun heran karena tidak pernah merasa mengirim buku tabungan, ATM maupun kartu identitas kepada nama yang dimaksud oleh penelepon.
“Bahkan, STB juga tidak mengenal nama I Made,” kata kuasa hukum, Yafet Kurniawan di Surabaya, Sabtu (3/2/2024).
Tak berhenti di situ. Orang yang mengaku petugas pos kemudian juga mengenalkan pada seorang aparat kepolisian untuk membantunya lolos dari tindakan pencucian uang yang dimaksud penelepon.
Bahkan, penelepon juga melakukan video call dengan menunjukkan latar belakang oknum aparat polisi mengenakan seragam dan menghadap laptop.
STB seolah di-BAP terkait peristiwa tersebut. Sekali lagi ia menyatakan bahwa ia tidak mengenal I Made.
Oknum tersebut ‘menggertak’ bahwa STB berpotensi terlibat tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan akan mengalami pembekuan rekening.
Untuk penanganan tersebut, penelepon yang kemudian diduga sebagai bagian jaringan penipu ini membawa oknum yang mengaku jaksa dalam proses video call tersebut. Akan tetapi saat jaksa dipanggil menyatakan masih repot.
Penipu terus menerus bertanya kepada STB (korban) memiliki berapa rekening dan kemudian diarahkan untuk mentransfer ke rekening para pejabat PPATK. Namun ternyata ditransfer ke rekening pribadi yang mengatasnamakan PPATK dan berjanji satu dua hari uang tersebut akan dikembalikan.
Korban menuruti permintaan oknum dan mentransfer uang pribadi hingga uang perusahaan. Penipu menyuruh korban mencari tempat steril. Transfer terjadi dari pagi hingga pukul sembilan malam. Rekening korban dikuras habis dengan kerugian sekitar Rp 7,8 miliar dalam satu hari.
“Klien saya seperti digendam dan menuruti kata-kata penipu tanpa sadar,” terang Yafet Kurniawan.
Malam harinya, klien melapor ke Polres Tanjung Perak Surabaya. Setelah dilacak dan penyelidikan, ditemukan rekening penampungan yang diduga dikelola oleh tiga orang. Ketiganya atas nama Ruben, Siti Meriana, dan Okta Lilia Laurens sebagai salah satu jaringan exchanger. Mereka ditangkap di Jakarta. Tersangka dijerat pasal 480 KUHP juncto Pasal 56 juncto Pasal 348.
Ruben dan Okta Liliana adalah adik kakak yang saat ini mengajukan pra peradilan Nomor 1/PID.PRA/2024/PN.SBY.
Dalam modus operandinya, uang milik korban sebagian ditransfer ke exchanger lalu diubah jadi crypto. Karena setelah ditampung, kemudian ditransfer ke rekening lain dan oleh rekening lain dibelikan crypto.
“Namun saat ini tersangka mengajukan pra peradilan dengan petitum meminta agar penetapan tersangka tidak sah dan sprindik tidak berkekuatan hukum,” ucapnya.
Korban melalui kuasa hukumnya hanya berharap pelaku utama segera ditangkap dan terbongkar skema kejahatan online sampai ke akar-akarnya.(Yul)