BATU, HKS-News.com|
Sekertaris Daerah Provinsi Jawa Timur Adhy Karyono membuka pelatihan Disaster Leadership Academy (DiLA) 2024, di Coban Rais, Kota Batu, Jumat (26/01/2024).
Pelatihan DiLA 2024 ini diikuti oleh Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Pratama di lingkungan Pemprov Jatim, khususnya yang berasal dari BPBD, Dinsos, BPSDM, Satpol PP, Dinas Perpusakaan dan Kearsipan, hingga Rumah Sakit.
Adapun yang menjadi pemateri pada pelatihan DiLA 2024 adalah Guru besar Sosiologi Bencana Universitas Pertahanan (Unhan) Prof. Syamsul Maarif. Pelatihan tersebut berlangsung selama dua hari yakni dari tanggal 26-27 Januari 2024.
Dalam sambutannya Adhy menyampaikan, seorang pemimpin harus memiliki kesadaran dan kepedulian akan bencana. Hal ini karena pemimpin menjadi ujung tombak dalam mengeluarkan kebijakan yang berkaitan dengan pencegahan atau mitigasi bencana.
“Kalau pemimpin tidak punya sense of crisis, tidak punya kepedulian, empati maka akan susah dalam menangani suatu bencana. Oleh karena itu kita berharap, setelah DiLA ini selesai, seluruh JPT Pratama bisa menjadi role model dalam penanganan bencana,” ungkapnya.
Dalam penanganan bencana, terdapat empat siklus penanggulangan diantaranya tahap pencegahan dan mitigasi, tahap kesiapsiagaan, tahap tanggap darurat, serta tahap rehabilitasi dan rekonstruksi.
Menurutnya, pemimpin harus selalu mengambil peran dalam keempat siklus tersebut. Pada tahap pencegahan dan mitigasi, pemimpin harus mampu memetakan wilayah-wilayah yang rawan akan bencana.
“Jadi kita harus bisa mengidentifikasi, memetakan di wilayah ini bencana yang sering dihadapi apa, misalnya banjir bandang. Kemudian dicari solusinya dan quot,” tuturnya.
Karena bencana itu ada tiga, ada bencana alam, bencana sosial dan bencana akibat ulah manusia, tambahnya.
Berikutnya tahap kesiapsiagaan. Pada tahap ini pemimpin, harus mampu mengambil langkah-langkah yang tepat saat bencana alam datang.
Tahap kesiapsiagaan biasanya dilakukan menjelang terjadinya suatu bencana. Sebelum terjadinya bencana, pemerintah atau lembaga terkait seperti BMKG sudah menginformasikan ancaman bencana alam yang mungkin terjadi.
Selanjutnya ada tanggap darurat. Tanggap darurat ini biasanya seluruh komponen pasti akan dilibatkan. Dan yang paling sulit adalah tanggap darurat, katanya.
Khusus untuk tanggap darurat, bila pemimpin tidak memiliki sense of crisis, empati atau tidak memiliki kepedulian, maka yang terjadi di lapangan adalah wisata bencana dan bukan upaya untuk menolong korban.
“Kita tidak ingin, para pemimpin di level pratama ini datang ke lokasi hanya untuk selfie bencana, atau istilah wisata bencana. Yang kita inginkan adalah bagaimana kita memiliki keikhlasan jiwa untuk menolong. Saya minta agar semua pihak harus punya kesadaran kolektif terhadap bencana,” Pungkasnya.(Yul)