SURABAYA, HKS-News.com|

Anggota DPRD provinsi Jatim tiga periode berparas tampan yang selalu tampil penuh energik ini, mengungkapkan keprihatinannya.

Dari tahun ke tahun, kebutuhan pupuk subsidi semakin memprihatinkan. Padahal kebutuhan pangan itu sangat vital.

“Bagaimana petani bisa mendapatkan hasil panen yang memuaskan, yang bisa menjamin kesejahteraan mereka. Ketersediaan pupuk subsidi dikurangi terus menerus, bahkan keberadaan pupuk ini juga sangat langka,” keluh GusDon, panggilan akrab Dr Agus Dono Wibawanto MHum.

GusDon mempertanyakan, sebenarnya bagaimana skenario program pemberdayaan petani ini.

Jika memang ada program swasembada pangan, seharusnya pemerintah fokus pada petani. Karena petanilah yang menjadi tolak ukur swasembada pangan.

“Infrastruktur yang ada betul-betul ditata, termasuk pengairan, pupuk subsidi disediakan sesuai dengan kebutuhan petani. Ketersediaan solar untuk membajak sawah juga dipermudah persyaratannya, jadi sekarang ini petani betul-betul kayak ribut berkepanjangan,” sambung wakil ketua DPD partai Demokrat Jatim ini.

“Yang lebih miris, ketika saatnya panen harga gabah jatuh. Kita ini merdeka tapi berapa persen warga Indonesia yang benar-benar bisa menikmati kemerdekaan itu?

Masalah pupuk subsidi menjadi masalah nasional yang tidak terselesaikan, bagaimana produksi dalam negeri terus bisa eksis, jangan mengambil keputusan dengan mengandalkan impor. Berdayakan petani dengan benar-benar fokus meningkatkan budidaya padi, kebutuhan-kebutuhan petani penuhilah, sehingga petani bisa menggarap sawah dengan tenang, dan saya yakin swasembada pangan pasti bisa terwujud,” papar anggota komisi B DPRD provinsi Jatim ini.

GusDon menjelaskan, pemerintah harus membatasi impor, bahkan berpikir untuk mengimpor bukan jalan keluar dalam menyelesaikan persoalan pangan nasional.

“Fungsi Bulog sebagai barometer pengendalian harga beras, harus dikembalikan. Bulog harus membeli hasil panen petani 100 persen, harga beras atau gabah harus dikendalikan Bulog. Jika sikap pemerintah apatis seperti ini, jangan kaget nanti kita kehilangan petani. Saat ini yang menjadi petani adalah orang-orang yang sudah tua. Anak muda kaum Milenia mana mau jadi petani. Pekerjaan petani itu sangat berat, tetapi hasilnya sangat mengecewakan,” ujarnya.

Mantan pengusaha SPBU ini menegaskan, kenapa pemerintah tidak berani mengambil keputusan politik seperti urusan pendidikan dan kesehatan yang mendapat anggaran jelas dan transparan. Masalah pangan itu sangat vital. Jika ingin menyelamatkan jutaan petani yang tersebar di Indonesia ini, pemerintah harus serius, harus fokus, pikirkanlah nasib bangsa Indonesia yang masih mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok.(yul)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *