SURABAYA, HKS-News.com|
Universitas Airlangga (Unair) kembali mengukuhkan sejumlah guru besar (gubes) baru. Salah satunya adalah Prof Dr Eduardus Bimo aksono Herupradoto, drh, MKes. Lewat pengukuhan itu, ia resmi menduduki jabatan guru besar di bidang Ilmu Biokimia Molekuler.
Pengukuhan berlangsung pada Rabu (25/20/2023), di Aula Garuda Mukti, Kantor Manajemen, Kampus MERR-C Unair.
Dalam pengukuhannya, Prof Bimo membawakan orasi ilmiah bertajuk Peranan Biokimia Molekuler dalam Pelestarian Sapi Lokal untuk Peningkatan Kesejahteraan Peternak Indonesia.
Prof Bimo menyampaikan bahwa peternakan merupakan sektor yang memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia. Sapi adalah komoditas penting dalam sektor ini.
“Salah satu komoditas strategis adalah peternakan. Sapi menjadi komoditas penting, meskipun sektor peternakan hanya mampu memenuhi kebutuhan 75 persen sapi potong dan 25 persen sapi perah,” ungkap Prof Bimo.
Masalah Sektor Peternakan
Sektor peternakan sapi memiliki potensi besar untuk pengembangan. Terlebih lagi jumlah permintaan terhadap komoditas ini terus bertambah seiring peningkatan jumlah penduduk dan taraf hidup.
Kendati demikian, pengembangan sektor peternakan ini tidak luput dari permasalahan. Seperti halnya jumlah permintaan yang tidak selaras dengan tingkat persediaan. Akibatnya, pemerintah terpaksa mengambil tindakan impor.
“Ketersediaan sapi di Indonesia sejauh ini masih banyak impor. Kemungkinan akan meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk dan taraf hidup,” imbuh dosen Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Unair itu.
Permasalahan lain pada sektor peternakan sapi berkaitan dengan kurangnya tingkat kualitas sapi. Selain itu, peternak yang masih menggunakan metode tradisional menjadi kelemahan tersendiri pada sektor ini.
“Sektor peternakan sapi memiliki potensi besar. Akan tetapi, rendahnya kualitas sapi dan peternak yang masih menggunakan metode tradisional menjadi tantangan tersendiri bagi sektor peternakan,” sambungnya.
Perkawinan silang dapat menjadi jalan pintas yang dapat peternak lakukan. Upaya persilangan ini relatif berhasil, meski pada beberapa jenis spesies justru menimbulkan masalah baru.
“Pada spesies berbeda akan menghasilkan anak sapi jantan mandul dan betina subur. Kemampuan reproduksinya juga akan menurun dari generasi ke generasi,” ujarnya.
Rekomendasi Smart Breeding
Melihat kompleksnya permasalahan pada sektor peternakan itu, Prof Bimo memberikan beberapa rekomendasi. Salah satu rekomendasi itu berupa implementasi smart breeding yang merupakan strategi pemuliaan sapi lokal melalui penandaan gen. Ada beberapa jenis penanda dalam hal ini, yaitu penanda genetik, morfologi, sitologi, dan biokimia.
“Untuk mendapatkan sapi lokal perlu adanya smart breeding melalui analisis kombinasi data fenotipe, genotipe, dan seluruh data yang mempengaruhi pertumbuhan. Kita bisa memakai penanda genetik, penanda morfologi, penanda sitologi dan penanda biokimia,” terangnya.
Selain smart breeding, Prof Bimo juga menekankan pentingnya sosialisasi pemahaman pada masyarakat. Hal itu khususnya terkait keanekaragaman, karakteristik, dan pemanfaatan sumber daya genetik lokal. Pemahaman itu nantinya akan membawa para peternak Indonesia dalam mencapai swasembada daging.
“Harapannya, melalui program smart breeding, sapi lokal unggul akan membawa peningkatan kesejahteraan peternak serta menuju swasembada daging di Indonesia,” tegasnya. (Yul)