SURABAYA, HKS-News.com|

Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang, mengisyaratkan perebutan konstituante pemilih generasi Z, yang bertransformasi ke generasi digital. 

Generasi digital sebagai generasi natives digital, mempunyai pengertian yaitu generasi yang  lahir di tengah pertumbuhan komputer dan internet yang sangat pesat, dan mempunyai ketergantungan dengan kemajuan perangkat teknologi, khususnya media komunikasi digital berupa media sosial. 

Pemilu 2024, akan sangat dipengaruhi oleh teknologi media sosial. Dari data jumlah penduduk 210 juta jiwa, terdapat 170 juta jiwa pengguna media sosial, dan kecenderungannya terus meningkat. 

Hal ini dituturkan Dr. Jokhanan Kristiyono,ST.,M.Med.Kom. Ketua Stikosa-AWS (Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi-Almamater Wartawan Surabaya), saat diundang sebagai pemateri bertajuk Sekolah Politik DPD Partai Hanura Jawa Timur, di kantor Jl. Imam Bonjol, Surabaya, Sabtu (30/9/2023). 

“Pemobilisasian pemilih, mengajak pengguna platform digital untuk terlibat aktif dalam kampanye politik, sesuai dengan kemampuan target pengurus partai maupun para calegnya,” ujar Jokhanan. 

Dengan memberikan preferensi politik, demografi, dan perilaku online. Agar lebih efektif dan personalisasi pesan terhadap sasaran pemilihnya.

Buku tentang Konvergensi Media pada masyarakat berjejaring di era digital (2022), bahwa generasi Z yaitu generasi setelah Generasi Milenial, dan generasi ini merupakan generasi peralihan Generasi Milenial dengan teknologi yang semakin berkembang. 

Beberapa diantaranya merupakan keturunan dari Generasi X dan Milenial. Dengan kata lain, generasi yang lahir dalam rentang tahun 1998 sampai dengan tahun 2012.

Dihadapan pengurus partai dan para caleg (calon legislatif) DPD Hanura Jawa Timur,  Jokhanan menuturkan pula, pentingnya digital marketing dimana saat ini mengalami pergeseran perilaku pemilih ke ranah digital.

“Kampanye politik yang menggunakan digital marketing dapat memanfaatkan popularitas media sosial, untuk menyebarkan pesan dan untuk membangun keterlibatan pemilih,” tambahnya.  

Pemilih modern cenderung mencari informasi politik yang diinginkannya secara online. 

Digital marketing memungkinkan kandidat untuk menyajikan informasi dengan lebih mudah diakses oleh pemilih.

“Melalui pengguna internet dan media sosial, kandidat dapat berinteraksi langsung dengan pemilih & menciptakan kedekatan antara parpol maupun calegnya dengan konstituante pemilih,” sambungnya.

Pada media digital, juga tersedia alat pengukuran kinerja politik yang lebih akurat. Dapat digunakan menganalisis metrik kampanye seperti tingkat keterlibatan, jangkauan, dan konversi untuk menilai sejauh mana pesan untuk mencapai target audiens dan seberapa efektifnya.

Jokhanan mencontohkan, 

“Ada beberapa alat ukur yang bisa dipakai untuk menganalisa, ada google analytics, instagram insight, facebook insight, twitter analytics, youtube analytics studio juga bisa dipakai untuk mengukur kinerja yang telah dilakukan, atau bisa menggunakan alat ukur pihak ketiga yaitu social network analyst,” terangnya.

Yang terpenting, ada 4 pilar digital dalam menggunakan digital marketing communication. Yaitu digital skill atau kemampuan penguasaan media digital, digital culture atau budaya digital pemilih generasi Z pada masing-masing lingkungan sasaran targetnya, digital ethics atau perilaku santun dan menjaga rambu-rambu bermedia sosial, dan yang ke 4 digital safety yaitu pengamanan data-data dan materi konten kampanye di media sosial yang digunakan. 

Terakhir, membuat konten yang menarik dan kreatif, yang sesuai dengan target konstituante pemilih pengguna media sosialnya. 

Konten yang disukai oleh pengguna media sosial, yang terbanyak disukai, berupa konten hiburan, kemudian konten inspiratif atau menginspirasi, selanjutnya konten berupa edukatif, dan konten yang meyakinkan tentang sesuatu. 

“Kebanyakan konten kampanye parpol itu berupa konten yang meyakinkan tentang parpolnya. Padahal konten yang banyak disukai di Tik Tok, instagram dan facebook, yang tertinggi oleh generasi Z atau generasi digital itu konten menghibur. Yang dapat terjadi interaksi tertarik dengan parpolnya ataupun tertarik menjadi calegnya,” pungkas Jokhanan. 

Di penghujung materi, Jokhanan membagikan koleksi bukunya tentang Konvergensi Media pada masyarakat berjejaring di era digital (2022), kepada para peserta caleg Hanura dapil Jatim.

Target sasar caleg maupun konstituante dari kalangan generasi Z, diakui DPD Hanura Jatim memang tergolong minim. 

Ketua DPD Hanura Jatim Yunianto Wahyudi mengatakan bahwa caleg berbasis generasi Z tidak banyak.

”Di partai kami ini caleg yang berbasis generasi Z itu kecil. Yang ada itu dari generasi X dan sebagian ada dari generasi lama. Tentu ketika efek dari Pemilu 2019 dan 2024 nanti tentu banyak menggunakan sarana digital, kampanyenya banyak menggunakan media sosial, untuk berebut pemilih generasi Z,” lanjutnya.

Lebih jauh pria yang akrab dipanggil Masteng menjelaskan, untuk menghadapi fenomena demikian DPD Hanura Jatim mengadakan Sekolah Politik untuk para calegnya dari DPRD kabupaten/kota hingga DPR RI, dengan menghadirkan sejumlah narasumber yang terbagi dalam 4 topik persoalan. 

Yaitu tentang personal branding atau membangun citra diri, tentang budaya politik sosiologi politik dan local wisdom, yang ketiga tentang digital marketing komunikasi politik, dan yang ke empat tentang strategi pemenangan kursi untuk kebutuhan Pemilu 2024. 

Yunianto menyadari, Sekolah Politik tersebut diharapkan akan dapat menambah pengetahuan dan pembekalan, untuk menambah peluang perolehan suara pemilih, terutama dari kalangan generasi Z dalam menghadapi Pemilu 2024 yang sudah banyak menggunakan digital dan berkampanye melalui media sosial.(Yul)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *