SURABAYA, HKS-News.com|
Prof Dr dr Ahmad Yudianto SpFM(K) SH MKes, sosok Guru Besar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair) yang telah mengabdi selama 18 tahun. Ia kerap malang melintang di berbagai kasus yang membutuhkan peran dokter forensik di dalamnya.
Prof Yudi memulai karir sebagai dokter pada 1997. Lampung menjadi tempat pertamanya mengabdi saat itu. Setelah tiga tahun berlalu, takdir membawa Prof Yudi kembali ke Surabaya pada tahun 2000. Pada saat itu Prof Yudi tidak memiliki rencana untuk melanjutkan pendidikan sebagai dokter forensik.
“Waktu itu saya tidak memiliki rencana untuk sekolah lagi, posisi saat itu belum jadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) juga,” katanya.
Lalu pada akhirnya Prof Yudi memilih spesialisasi tersebut dengan alasan masih ingin menjalankan praktik.
“Saat itu saya berpikir spesialisasi apa yang praktiknya tidak dibatasi. Akhirnya saya memilih dokter forensik,” tuturnya.
Prof Yudi resmi melanjutkan pendidikannya pada 2001 dan menjalankan tugas sebagai dokter forensik pada 2005.
Tugas Dokter Forensik
Prof Yudi bercerita bahwa dahulu saat ia masih menjadi dokter muda, Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal hanya berfokus untuk mengidentifikasi jenazah. Namun saat ini Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal mengalami perkembangan.
Ia mengatakan bahwa Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal merupakan ilmu yang membantu aparat untuk menegakkan hukum di Indonesia.
“Dulu Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal hanya mengurusi jenazah tapi sekarang tidak. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal mengalami perkembangan yang cepat,” tuturnya.
Seorang dokter forensik tidak hanya mampu mengidentifikasi sosok manusia yang telah kehilangan nyawa, Tapi mereka juga bisa membantu untuk mengungkap peristiwa penganiayaan dan sejenisnya.
“Ilmu mulai mengalami perkembangan, jadi dokter forensik tidak hanya mengurusi jenazah yang masuk ke dalam patologi forensik. Sekarang sudah ada juga yang namanya Divisi Odontologi Forensik yang memeriksa DNA. Jadi lingkupnya makin luas,” jelasnya.
Ilmu ini kian menjadi perhatian para dokter umum untuk melanjutkan pendidikan pada Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal.
“Sekarang sudah banyak PPDS yang mengambil Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Dulu setiap tahun hanya satu orang. Tapi sekarang dalam setahun bisa enam hingga tujuh orang,” terang Prof Yudi.
Pengalaman yang Berkesan
18 tahun berkecimpung di dunia kedokteran forensik ternyata memberikan pengalaman yang berkesan bagi Prof Yudi.
“Menurut saya semua kasus yang saya tangani memberikan pengalaman yang menarik. Senang rasanya apabila saya melakukan sebuah pekerjaan dan bisa membantu penyidik mengungkap tindak pidana,” ujar Kepala Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Unair tersebut.
Memiliki kemampuan yang mumpuni sebagai seorang dokter forensik menjadikan Prof Yudi dipercaya untuk menjadi konsultan pada autopsi ulang kasus Brigadir J. Ia juga berperan dalam mengungkap kasus jenazah mutilasi yang ditemukan di Kenjeran, Surabaya beberapa waktu lalu.
Tidak ada kriteria khusus menurut Prof Yudi bagi dokter yang ingin melanjutkan karir sebagai dokter forensik. Hanya saja ia berpesan kepada para dokter untuk memahami ilmu hukum karena hal tersebut akan membantu mereka dalam menjalankan tugas.
“Persiapan untuk masuk Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal sama saja dengan spesialis yang lain. Bedanya ilmu ini sedikit banyak harus bisa belajar hukum pidana karena akan membantu dalam menjalankan tugas,” tutupnya. (Yul)