SURABAYA, hks-news.com|
Bareskrim Polri sedang menyelidiki kasus investasi bodong robot trading Net89 yang terjadi beberapa waktu lalu.
Penggunaan robot trading di Indonesia telah meningkat dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Robot trading ini biasanya dipromosikan melalui iklan di media sosial, televisi, dan platform lain untuk forex trading.
Dalam menghadapi tren penggunaan robot trading ini, Dosen Teknik Robotika dan Kecerdasan Buatan, Fakultas Teknologi Maju Multidisiplin (FTMM) Universitas Airlangga (Unair) Yutika Amelia Effendi SKom M Kom PhD, mengingatkan agar masyarakat tidak sepenuhnya percaya pada kemampuan robot trading.
Meskipun, robot tersebut dilengkapi dengan algoritma kecerdasan buatan, tetap diperlukan kontrol manusia dalam menentukan algoritma.
Cara Kerja Robot Trading
Yutika menjelaskan bahwa robot trading berfungsi sebagai software komputer yang bekerja otomatis untuk memantau pasar, menganalisis peluang entry, mengeksekusi transaksi, dan mengelola risiko. Robot ini juga dikenal sebagai expert advisor (EA) karena kemampuannya yang dianggap canggih berkat kehadiran elemen kecerdasan buatan.
Seperti halnya software pada umumnya, robot trading juga memerlukan proses operasi dan pemeliharaan. Tahap ini termasuk dalam Software Development Life Cycle (SDLC) dan meliputi perbaikan kesalahan atau error yang ditemukan, peningkatan implementasi unit sistem, serta pengembangan fitur baru yang dibutuhkan. Termasuk, perbaikan algoritma.
“Penggunaan robot trading bisa memberikan sinyal buy atau sell, memberikan pilihan opsi bagi investor atau trader untuk mengeksekusi order, melakukan cut loss, ataupun take profit,” ujarnya.
Meski demikian, penting untuk diingat bahwa peran manusia dalam mengontrol algoritma dan proses trading tetaplah krusial. Oleh karena itu, investor dan trader perlu lebih berhati-hati dalam memahami dan menggunakan teknologi ini secara tepat dan bertanggung jawab.
Etika dan Hukum
Yutika menjelaskan pentingnya mengkaji pendekatan etika dalam penggunaan robot trading. Etika ini melibatkan pertimbangan moralitas bagaimana manusia merancang, membangun, menggunakan, dan memperlakukan robot. Selain itu, perlu dipertimbangkan peran mesin dalam mengenai otonomi individu dan dampaknya pada keadilan sosial.
Ia menambahkan, dalam mengembangkan software robot trading, para developer harus memikirkan prinsip-prinsip etika AI. Yaitu meliputi transparansi, keadilan, privasi, akuntabilitas, dan keberagaman. Aspek hukum juga tidak boleh diabaikan.
Termasuk, perlindungan konsumen sebagaimana diatur dalam Pasal 4 UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen. Pengawasan oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) dan regulasi yang mendukung dari perdagangan valas dengan menggunakan robot trading juga harus jelas.
Tantangan dan peran serta teknologi cerdas dalam investasi tidak dapat diabaikan. Setiap robot trading berjangka komoditi atau efek/saham harus mendapatkan izin dari Bappebti atau OJK untuk mencegah robot trading ilegal. Regulasi yang jelas perlu diimplementasikan, termasuk mengatur aspek legalitas, aktivitas, keuangan, dan potensi penerimaan negara.
“Dengan memperhatikan prinsip-prinsip etika dan mematuhi aspek hukum, penggunaan robot trading dapat menjadi lebih bertanggung jawab, adil, dan sesuai dengan kepentingan semua pihak,” jelasnya.
Lebih Cerdas Memilah
Yutika memberikan imbauan kepada masyarakat agar berhati-hati dengan tawaran investasi menjanjikan robot trading. Sebelum terlibat, mereka harus teliti dan menyelidiki algoritma serta mekanisme robot trading agar terhindar dari investasi dengan robot fiktif. Pemahaman yang matang tentang instrumen investasi juga diperlukan.
“Riset, pemeriksaan algoritma dan mekanisme, serta pemahaman dunia investasi adalah langkah penting sebelum terlibat. Selalu update dan memeriksa situs-situs pengatur keuangan pihak ketiga untuk mendapatkan informasi yang dapat diandalkan,” pungkasnya. (Yul)