SURABAYA, hks-bews.com|

Moh. Soleh (77 tahun), seorang jemaah haji tuna netra asal Magetan merasa sangat bersyukur dapat berangkat haji ke tanah suci. 

“Kebetulan saya masuk cadangan. Saya baru dua minggu yang lalu mendapat kabar kalau jadi berangkat ke tanah suci,” tuturnya. 

Mbah Soleh menceritakan kalau dia mendaftar haji bersama istrinya, Putinah pada 2011. Saat itu dia bertekad mewujudkan cita-cita yang telah dia miliki sejak anak-anaknya masih duduk di bangku sekolah.

“Anak saya ada empat, seharusnya enam yang dua sudah meninggal. Saat anak-anak masih sekolah, timbul niatan dalam hati saya kalau anak-anak sudah lulus kuliah, mentas semua, jika tanah yang saya punya masih ada, saya akan menjualnya untuk daftar haji,” ceritanya sambil mengenang masa lalu. 

Pada tahun 2011, anak-anaknya sudah selesai kuliah semua dan Alhamdulillah ternyata tanah yang dia miliki tidak sampai terjual untuk biaya sekolah anak-anaknya, sehingga dia bisa menjualnya untuk daftar haji. 

“Tanah sudah terjual, tetapi karena uang yang diperoleh masih belum cukup untuk bisa daftar haji berdua dengan istri saya, maka kami juga meminjam dana talangan haji untuk menutup kekurangan,” jelasnya. 

Mbah Soleh ternyata bukan tuna netra sejak lahir. Pada 1977 atau 46 tahun lalu, saat itu ia ingin mengetahui apa baterai yang dia punya masih berfungsi dengan  baik. 

“Saya coba dengan menempelkan bola lampu, mungkin ada kabelnya yang salah, Tiba-tiba meledak kena dua mata saya. Kedua mata saya rusak parah hingga sampai saat ini saya tidak bisa melihat lagi,” urainya. 

Setelah mendapat musibah matanya cacat, Mbah Soleh yang sebelumnya bekerja sebagai petani tidak bisa bekerja lagi. Sang istripun, Mbah Putinah mau tidak mau saat itu harus menjadi tulang punggung untuk mencari nafkah demi menghidupi keluarga.

“Saya bekerja serabutan seadanya mulai dari bertani hingga buruh pabrik tebu. Pokok ada pekerjaan halal saya mau yang penting dapat uang untuk biaya kebutuhan,” paparnya mengenang masa-masa sulit. 

Setelah sekian lama tidak bekerja, Mbah Soleh mendapat kesempatan belajar memijat. Berbekal ilmu memijat, mbah Soleh sering mendapat panggilan untuk memijat. 

“Kalau pijat capek biasa, saya tidak melayani. Saya memijat pasien yang sakit seperti panas, batuk-batuk dan sejenis nya,” sambungnya. 

Di usianya yang sudah uzur inipun, Mbah Soleh masih mampu memijat pasien-pasiennya. Karena banyak orang yang minta tolong untuk memijat, mbah Soleh bisa membiayai anak-anaknya kuliah bahkan membeli tanah. 

Sempat tertunda dua tahun karena pandemi Covid, Mbah Soleh bersama istri tercintanya berangkat tahun ini. 

“November 2022 tahun lalu, saya dan istri berkesempatan berangkat umroh atas bantuan anak-anak. Tak disangka tak dinyana Mei 2023 saya berangkat lagi ke tanah suci untuk berhaji. Jadi dalam waktu 6 bulan ini saya ke tanah suci dua kali,” tutupnya penuh suka cita.(Yul)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *