SURABAYA, hks-news.com|

Rektor Universitas Airlangga Prof M Nasih mengungkapkan keprihatinannya terhadap keterbatasan kuota yang ditetapkan oleh pemerintah terkait penerimaan calon mahasiswa baru. Yang mendaftarkan lebih dari 14 ribu, sementara yang diterima tidak lebih dari 30 persen. Hal tersebut yang menyebabkan banyak orang tua yang kecewa kala anaknya tak lolos masuk ke perguruan tinggi negeri (PTN). Ini terjadi karena daya tampung yang terbatas.

Oleh karena itu, Prof Nasih meminta pemerintah untuk menambah daya tampung. Sebab, jumlah peserta yang diterima dengan peserta yang mendaftar berbeda jauh.

“Berkaitan dengan daya tampung, kami sangat berharap sesungguhnya pemerintah memberikan perhatian lebih kepada peningkatan daya tampung,” ujarnya.

Selain menambah jumlah daya tampung, Nasih juga meminta pemerintah meningkatkan sarana dan prasarana pembelajaran. Ia juga ingin ada penambahan jumlah dosen.

“Kalau tidak, kita akan punya persoalan ini terus. Persoalan dengan perguruan tinggi akan terus muncul. Karena APK (Angka Partisipasi Kasar) kita hanya 35% sampai 40% lulusan SLTA yang masuk perguruan tinggi segitu,” jelasnya.

Ia menjelaskan lebih lanjut, bahwa dari 35% sampai 40% peserta yang masuk, ada 60% yang terpaksa tidak tertampung di perguruan tinggi. Artinya, jumlah pelajar yang bisa melanjutkan ke perguruan tinggi lebih sedikit.

“Persoalan utamanya di situ. Mau Merdeka Belajar, mau ini, mau itu, pasti hasilnya akan tetap sama. Karena hanya 40% yang melanjutkan ke perguruan tinggi secara nasional,” terangnya.

Nasih juga membandingkan perguruan tinggi di luar negeri, jika ada 70% yang masuk perguruan tinggi dengan kualitas bagus. Jika di Indonesia seperti di luar negeri, peluang lebih besar untuk siswa yang berniat untuk bisa meneruskan pendidikannya.

“Ini peluang kecil, orang curiga dan kecewa dengan mekanisme yang ada. Ini sebenarnya PR utama kita. Sehingga kalau Bu Gubernur atau pemerintah pusat mampu meningkatkan APK menjadi 70% sampai 80% dengan sarana bagus, dosen banyak, saya yakin persoalan-persoalan akan selesai,” sambungnya.

Prof Nasih bahkan menyebutkan, untuk meningkatkan IPM (Indeks Prestasi Manusia) dibutuhkan fasilitas pendidikan yang memadai, agar warga Indonesia bisa menempuh pendidikan formal yang lebih baik. Karena bagaimanapun, jika masyarakat tidak bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, setelah lulus SMA, dikhawatirkan masa depan Indonesia nantinya ya tidak akan berubah.

“Pewaris kita, anak-anak generasi milenia dan generasi Z hanya menjadi penonton di negeri sendiri. Selama ini pemerintah kurang fokus dan kurang greget dalam meningkatkan potensi anak-anak. Mereka pintar, cerdas, tetapi lahir dari keluarga sederhana yang tidak punya biaya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Masalah seperti ini akan terus menerus muncul ke permukaan. Termasuk jalur Bidikmisi yang punya kuota hanya sekian persen. Padahal yang mendaftar puluhan ribu. Dari sini bisa disimpulkan bahwa masyarakat Indonesia masih sangat banyak yang kurang mampu untuk menyekolahkan anaknya. Untuk itu, saya minta pemerintah lebih aktif dan lebih Fokus dalam mengimplementasikan program Merdeka Belajar. Jangan hanya menjadi slogan saja,” pungkasnya.(Yul)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *