SURABAYA, hks-news.com|

Sama halnya dengan kasus catcalling di media sosial, banyak orang-orang yang bersembunyi di balik kata bercanda untuk setiap hal yang menurut mereka kecil. Namun, ternyata perlakuan tersebut dapat menyakiti hati korban dan menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan mereka.

Ketua Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Universitas Airlangga (Unair) Prof Myrtati Dyah Artaria memberikan pandangan terkait batasan dalam catcalling. Agar ke depannya tidak ada lagi orang-orang yang dengan sengaja melakukan catcalling dan menyakiti psikis orang lain.

Catcalling? Candaan atau bukan?

Menurut Prof Myrtati, catcalling sesuai dengan definisinya adalah pelecehan seksual di ruang publik dengan memberikan kata-kata tidak senonoh kepada korban. Catcalling itu sendiri dapat berupa kata-kata, decakan, atau suitan. Yang mana hal-hal tersebut bernuansa seksual. 

“Jadi, ekspresinya bisa verbal maupun non-verbal,” tambahnya.

Namun, banyak orang yang terkadang sulit membedakan mana yang termasuk catcalling dan mana yang bukan. Sehingga mereka menganggap kata-kata godaan atau panggilan terhadap fisik merupakan sapaan keakraban dan lain-lain.

Bukan hanya itu, ketika kasus catcalling di bawah ke ranah hukum, banyak pelaku yang menjelaskan bahwa semua yang mereka lakukan semata-mata hanya candaan. Namun, mereka lupa bahwa candaan tersebut dapat menyebabkan orang lain tersinggung. 

“Menurut saya, orang-orang yang sering bersembunyi di balik kata bercanda sebaiknya jangan menggunakan hal-hal bersifat seksual,” kata Prof Myrtati.

Karena kata-kata yang mereka lontarkan tersebut mengandung unsur sensitif. Dan, tentunya tidak semua orang dapat menerima hal tersebut.

Bedakan Catcalling dan Candaan

Karena itu, penting memperhatikan objek yang dituju. Sehingga orang tersebut tidak merasa itu mendapatkan pelecehan yang membuat mereka down.

“Cara membedakan catcalling, termasuk pelecehan atau candaan? itu, adalah persepsi masing-masing. Jadi, sebaiknya semua menghindari melakukan catcalling. Karena meskipun dalam candaan, hal itu dapat membuat orang lain merasa direndahkan,” jelas Prof Myrtati.

Namun, masih saja di luar sana orang-orang membuat dan mengelompokkan batasan catcalling menurut masing-masing perspektif. Pada nyatanya, catcalling yang seharusnya tidak memiliki batasan sehingga tidak boleh ada negosiasi di dalamnya.

“Catcalling tidak ada batasannya, jadi sebaiknya TIDAK melakukannya,” sambungnya.

Dari maraknya kasus catcalling itu, Prof Myrtati memberikan pesan kepada mahasiswa UNAIR untuk dapat mencegah kejadian tersebut menjadi sebuah kebiasaan yang wajar.

“Jangan lagi melakukan candaan bernuansa seksual. Karena masing-masing individu punya pengalaman hidup berbeda-beda. Mungkin juga ada trauma pada masa lalu sehingga kita tidak pernah tau apa akibat dari candaan kita terhadap orang lain,” tutupnya. (Yul)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *